Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dirjen WHO Didesak Mundur Terkait Kontroversi Data Kasus Corona di China

Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji transparansi respons China terhadap wabah pada tahapan awal, kendati ada laporan bahwa pihak berwenang telah membungkan sejumlah staf yang mencoba memperingatkan melalui media sosial
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berada di bawah tekanan untuk mengundurkan diri dari jabatannya karena klaim statistik virus corona China yang kontroversi.

Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji transparansi respons China terhadap wabah pada tahapan awal, kendati ada laporan bahwa pihak berwenang telah membungkan sejumlah staf yang mencoba memperingatkan melalui media sosial.

Tedros memperingatkan negara lain terkait pelarangan perjalanan pada awal Februari lalu, ketika jumla infeksi resmi China naik ke angka puluhan ribu. Menurutnya, tindakan penguncian di dalam Wuhan, Hubei sudah cukup menangani wabah.

Namun demikian, kini banyak pihak yang menyerukan pengunduran dirinya. Martha McSally, senator Amerika Serikat misalnya menyerukan hal tersebut, menyusul laporan dari Central Intellegence Agency (CIA) yang menemukan adanya penutupan besar-besaran informasi tentang wabah tersebut.

Awal bulan ini, wakil perdana menteri Jepang juga mengatakan bahwa WHO harus berganti nama menjadi ‘Organisasi Kesehatan China’ karena mengikuti seluruh langkah negara tersebut terkait wabah virus corona baru atau COVID-19 ini.

China secara resmi melaporkan catatan infeksi kasus corona sebanyak 82.000 kasus dengan 3.300 kematian. Angka ini lebih rendah dari negara-negara seperti Spanyol, Italia dan Amerika Serikat yang telah mencatatkan lebih dari 100.000 kasus infeksi.

Inggris, yang populasi penduduknya kurang dari 5 persen ukuran China dan telah melakukan tes yang lebih sedikit telah melaporkan jumlah kasus infeksi sekitar 51.608 kasus, hampir dua per tiga total infeksi di China.

Angka-angka yang disebutkan pemerinta China mengklaim jumlah korban meninggal karena virus di Wuhan hanya mencapai 2.500 kasus, tetapi laporan lokal menunjukkan jumlah rumah pemakaman yang terlihat ada lebih dari 500 kasus per hari.

Menurut laporan dari Bloomberg dan New York Times pada pekan lalu, para pejabat CIA telah memperingatkan Gedung Putih selama berbulan-bulan bahwa ada kemungkinan pejabat China mengecilkan jumlah kasus dan kematian di negaranya.

Mereka telah dituduh menempatkan seluruh dunia di pijakan belakang karena para ilmuwan tidak memiliki data lain untuk melihat dampak virus tersebut di negara China.

Adapun, pemerintah China secara resmi telah mengubah cara mereka mencatatkan kasus-kasus virus tidak kurang dari delapan kali pergantian, dan baru mulai menghitung pasien tanpa gejala pada pekan lalu.

Kasus pada awalnya hanya dihitung jika mereka memiliki empat dari gejala spesifik, termasuk pneumonia yang dikonfirmasi oleh radiografi, dan setelah melakukan perjalanan atau memiliki kontak dengan daerah Wuhan 2 minggu sebelumnya.

Hitungan harian di China dimulai pada Januari, kendati pasien yang diketahui paling awal mengalami gejala infeksi terjadi pada 1 Desember tahun lalu. South China Morning Post bahkan mengklaim telah melihat dokumen pemerintah yang mengindikasi pasien pertama konfirmasi pada 17 November.

Ghebreyesus telah gagal menangani kritik terhadap angka-angka kasus di China. Bahkan baru-baru ini yakni pada 20 Maret, dia memuji pencapaian yang luar biasa dari negara tersebut setelah melaporkan tidak adanya kasus virus baru di lingkup domestik untuk pertama kalinya.

Larry Gostin, seorang profesor hukum kesehatan masyarakat yang organisasinya berafiliasi dengan WHO mengatakan bahwa China telah menunda sekitar 3 sampai 4 minggu sebelum melaporkan virus baru tersebut kepada WHO.

“Rekornya [statistik kasus di China] tidak layak dipuji. Menunda laporan adanya virus baru ke WHO berdampak terhadap biaya dan kesehatan ribuan jiwa secara global,” katanya seperti dikutip Metro, Rabu (6/4).

Adapun, China telah membantah melakukan pengaturan data statistik virus corona dan menuduh komunitas intelejen Amerika Serikat telah membuat laporan palsu tentang negaranya. Sementara, bungkamnya Ghebreyesus belakangan ini dinilai menjadi tindakan diplomatik untuk memastikan bahwa China terus berbagai informasi penting terkait virus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Syaiful Millah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper