Bisnis.com, JAKARTA - Dominic Raab, pejabat yang kini mengisi pucuk pimpinan sementara pemerintahan Inggris selama Boris Johnson positif Covid-19 dan dikarantina, punya hubungan rumit dengan sang Perdana Menteri.
Pada kampanye Brexit 2016, Raab dan Johnson berada di pihak yang sama untuk memenangkan keputusan keluar dari Uni Eropa. Tapi, tiga tahun kemudian, keduanya menjelma jadi rival untuk saling berebut kursi pimpinan Partai Konservatif.
Johnson akhirnya menang, kemudian berjaya lagi saat pemilihan berikutnya. Namun, menjadi ironi tersendiri mengingat Raab yang kalah pun kini bisa menikmati pucuk pimpinan.
"Aku memiliki semangat bekerja tim yang baik dengan Perdana Menteri [Boris], dan aku yakin bisa mengemban tugas sementara ini dengan baik," ujar Raab saat dilantik di posisi barunya seperti dilansir Bloomberg, Selasa (7/4/2020).
Tanda-tanda jabatan besar untuk Raab mulai terendus akhir 2018 lalu, tatkala David Davis mundur dari jabatannya.
Theresa May, Perdana Menteri saat itu, membutuhkan sosok yang benar-benar mendukung Brexit dan bisa bernegosiasi dengan Uni Eropa. Raab akhirnya terpilih sebagai orang kepercayaan May.
Sayang, momen itu tak berakhir baik. Raab mundur dari jabatannya hanya dalam kurun lima bulan, hingga akhirnya kini kembali lagi sebagai pengganti sementara Boris Johnson.
Citra yang sangat lekat dengan Raab adalah watak ambisiusnya untuk meraih pucuk pimpinan. Citra ini pula yang sempat mengantarkan dia masuk enam besar dalam pemilihan ketua umum partai tahun lalu, meski pada akhirnya tersingkir.
Dukungannya kepada Johnson kemudian membawanya menghantam balik kegagalan itu dan dipilih sebagai menteri luar negeri.
Raab juga dikenal khas karena punya dua sikap saling berlawanan.
Di satu sisi ia kerap tak pandang bulu untuk mengingatkan orang tentang kesalahannya. Tapi di sisi lain ia kerap terjebak dalam arus dan tampak seperti orang kebingungan.
Tahun 2011, dalam sebuah artikel daring ia sempat mengatai feminis sebagai para "fanatik yang menjengkelkan."
Sikap terlalu hitam putih ini sempat membuat Theresa May berang dan menuding Raab sebagai orang yang doyan mencari konflik.
Tiga tahun lalu Raab juga mengulang kontroversi hampir serupa. Dia mengatai orang-orang yang terlibat sebagai sasaran Food Bank bukanlah orang miskin, melainkan "segerombolan orang yang tak bisa mengatur neraca keuangan."
Akibat kutipan tersebut, ia dikritik keras oleh Pimpinan Partai Liberal Demokrat, Tim Farron.
Rabb akan memimpin Inggris selama dua pekan ke depan. Kini, di tengah pandemi Covid-19 yang tengah melanda, patut dinanti gebrakan apa yang akan ditawarkan "si tukang onar" untuk rakyat Inggris.