Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kekurangan Stok Pangan Mengintai Asia

Risiko kekurangan pasokan pangan di kawasan ditimbulkan oleh terganggunya logistik, baik impor dan ekspor akibat lockdown dan karantina di sejumlah negara.
Sejumlah rak yang memajang produk mie instan kosong di sebuah supermarket di Shah Alam, Selangor, Malaysia, Selasa (17/3/2020). Setelah Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengumumkan Malaysia melakukan lockdown nasional, sejumlah supermarket diserbu masyarakat. Bloomberg/Samsul Said
Sejumlah rak yang memajang produk mie instan kosong di sebuah supermarket di Shah Alam, Selangor, Malaysia, Selasa (17/3/2020). Setelah Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengumumkan Malaysia melakukan lockdown nasional, sejumlah supermarket diserbu masyarakat. Bloomberg/Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA - Memborong barang kebutuhan pokok dalam jumlah besar atau dikenal dengan istilah panic buying terjadi di banyak negara, menyusul ketakutan masyarakat akan stok pangan selama pandemi virus corona.

Di saat krisis seperti ini, untuk menjaga stabilitas politik, pemerintah harus memastikan setiap orang mendapatkan kebutuhan dengan harga terjangkau.

Rusia, Kazakhstan, dan Ukraina telah mengumumkan rencana membatasi ekspor gandum. Kekhawatiran tersebut menjalar ke stok beras, makanan pokok utama bagi miliaran masyarakat Asia dengan China dan India sebagai konsumen global terbesar.

Vietnam, ekportir beras terbesar ketiga di dunia, untuk sementara menangguhkan penjualan ke luar negeri untuk melindungi pasokan domestik di tengah kekeringan di Delta Mekong.

Perdana Menteri Vietnam Nguy.n Xuân Phúc telah meminta Kementerian Perdagangan untuk menyerahkan rencana ekspor sebelum 5 April 2020. Menurut keterangan resmi pemerintah, pengiriman ke luar negeri harus dikontrol untuk memastikan keamanan pangan nasional. Myanmar juga mengatakan akan memotong ekspor untuk menghindari kekurangan domestik.

"Negara-negara melakukannya karena kehati-hatian. Mereka ingin memastikan bahwa mereka memiliki cukup persediaan untuk negeri sendiri," kata David Dawe, anggota Food and Agriculture Organization (FAO) yang berbasis di Bangkok, dilansir Bloomberg, Rabu (1/4/2020).

Importir juga tidak mau mengambil risiko. Filipina, pasar terbesar Vietnam, mengalokasikan lebih dari US$600 juta untuk upaya kecukupan pangan dan berencana untuk membeli 300.000 ton beras melalui kesepakatan negara dengan pemasok Asia Tenggara, atau melalui sumber-sumber lain seperti India dan Pakistan.

China dengan penduduk 1,4 miliar jiwa yang sangat bergantung pada beras selama berabad-abad, menaikkan harga jual untuk sejumlah komoditas pangan dan berjanji untuk membeli hasil panen tahun ini untuk memastikan pasokan tercukupi.

China relatif tidak banyak mengimpor atau mengekspor untuk kebutuhan konsumsinya, tetapi pemerintah ingin memastikan cadangan beras aman.

Namun faktanya, tidak ada kekurangan pasokan. Gudang-gudang di India, pengekspor terbesar di dunia, dipenuhi dengan beras dan gandum saat panen raya. Menurut Departemen Pertanian AS, Produksi global beras giling diperkirakan sekitar rekor 500 juta ton pada 2019-2020 dan stok global berada pada titik tertinggi sepanjang masa, lebih dari 180 juta ton.

Tidak hanya India yang memiliki cadangan besar, tetapi Thailand, eksportir terbesar kedua, baru-baru ini mengatakan bahwa mereka memiliki cukup beras untuk memenuhi target ekspornya, bahkan setelah mengalami kekeringan terburuk dalam beberapa dekade. Indonesia, negara terpadat keempat di dunia, mengatakan memiliki persediaan yang cukup untuk saat ini.

Harga beras putih Thailand yang menjadi patokan di Asia sempat naik 5 persen, mencapai US$510 per ton pada Maret, tertinggi sejak 2013. Hal itu dipicu kekeringan dan peningkatan pembelian dari importir.

"Dalam jangka pendek, harga beras akan naik. Namun tidak akan banyak naik. Saya tidak berpikir kita akan melihat lonjakan harga seperti yang kita lihat pada 2008," ujar Dawe.

Tahun itu, harga patokan naik menjadi lebih dari US$1.000 per ton karena negara-negara menahan ekspor di tengah kekurangan pangan global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper