Bisnis.com, JAKARTA - Daftar nama calon Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak kunjung diumumkan ke publik. Padahal, proses seleksi ini sudah memasuki tahap akhir dan tinggal menyisakan tiga kandidat.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan tidak salah jika publik menaruh kecurigaan akan adanya agenda terselubung dari Pimpinan KPK untuk menempatkan pejabat tertentu di posisi krusial tersebut.
Dia mengatakan ICW setidaknya memberikan beberapa catatan pada proses seleksi Deputi Penindakan KPK. Pertama, proses seleksi Deputi Penindakan ini amat berpotensi melanggar ketentuan yang tercantum dalam Pasal 5 UU KPK, khususnya pada asas keterbukaan dan akuntabilitas.
"Sedari awal KPK tidak pernah secara terbuka mengumumkan siapa saja yang mendaftar dan bagaimana hasil dari setiap proses seleksi yang telah dilalui," kata Wana Rabu (1/4/2020).
Kedua, proses seleksi Deputi Penindakan KPK ini diduga mengabaikan prinsip keterbukaan dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Pasalnya, pada Pasal 17 sama sekali tidak mencantumkan proses seleksi ini sebagai informasi yang dikecualikan. "Jadi sikap KPK yang cenderung tertutup tersebut tidak ada urgensinya sama sekali," jelasnya.
Ketiga, proses seleksi Deputi Penindakan KPK mengabaikan Pasal 20 UU KPK yang menyebutkan tentang pertanggungjawaban lembaga anti rasuah itu kepada publik. Penting untuk dipahami bahwa setiap kerja-kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Baca Juga
"Tentu dengan model seleksi seperti itu akan semakin menegaskan bahwa ada upaya dari Pimpinan KPK untuk menghilangkan keterlibatan publik dalam upaya pemberantasan korupsi," jelas dia.
Keempat, sambung Wana, proses seleksi Deputi Penindakan KPK ini terkesan terlalu dipaksakan. Menurutnya, mengingat saat ini Indonesia sedang dilanda wabah virus Corona yang menjadi perhatian pemerintah pusat, semestinya KPK dapat memikirkan ulang kelanjutan dari proses seleksi ini.
Kelima, proses seleksi Deputi Penindakan KPK ini diduga tidak memperhitungkan aspek integritas dan rekam jejak dari calon-calon yang mendaftar. Bila dilihat dari berbagai pemberitaan yang memuat nama-nama kandidat Deputi Penindakan KPK, masih ditemukan persoalan serius, misalnya terkait kepatuhan harta kekayaan penyelenggara negara.
Keenam, proses seleksi Deputi Penindakan KPK ini diduga tidak melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dengan Hal ini tentu akan berimplikasi serius sebab potensi calon-calon yang mempunyai rekening yang tak wajar untuk lolos akan terbuka lebar.
"Maka dari itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menuntut agar KPK menghentikan dan mengulang seluruh proses seleksi Deputi Penindakan untuk dilakukan secara terbuka; KPK memberikan informasi yang terbuka dan jujur kepada publik terkait nama-nama yang mendaftar sebagai Deputi Penindakan; KPK melibatkan PPATK dalam proses seleksi Deputi Penindakan," tegas Wana.