Bisnis.com, JAKARTA - Seorang ahli biofisika Stanford University Amerika Serikat memprediksi bahwa negara-negara di dunia bakal segera melewati penderitaan dari virus Corona atau Covid-19.
Michael Levitt yang juga peraih Nobel berhasil membuat prediksi tepat bahwa China dapat melewati wabah Covid-19 sejak Januari atau awal merebaknya virus ini.
"Yang kita butuhkan adalah mengendalikan kepanikan. Kita akan baik-baik saja," katanya seperti dikutip dari Los Angeles Times, Selasa (24/3/2020).
Berdasarkan analisisnya, pada 31 Januari, China mencatatkan 46 kematian baru. Angka ini meningkat tipis dibandingkan dengan 42 kematian baru sehari sebelumnya.
Meskipun jumlah kematian setiap hari telah meningkat, tingkat kenaikan itu mulai mereda. Itu menjadi tanda awal bahwa lintasan wabah telah bergeser.
Levitt menganalogikan wabah itu sebagai mobil yang melaju di jalan raya yang terbuka. Meskipun masih mendapatkan kecepatan, mobil tidak akan mempercepat secepat sebelumnya.
Baca Juga
“Ini menggambarkan peningkatan jumlah kematian akan semakin menurun pada pekan depan,” kata Levitt seperti ditulis dalam laporannya pada 1 Februari 2020, yang juga disebarkan melalui media sosial China. Levitt memprediksi jumlah kematian akan menurun dari hari ke hari.
Tiga pekan selanjutnya, Levitt mengungkapkan kepada China Daily News bahwa virus ini sedang tinggi-tingginya. Dia memprediksi total jumlah Covid-19 akan berakhir di angka 80.000 kasus dengan 3.250 kematian.
Prediksi ini akurat. Pada 16 Maret 2020, China mengumumkan bahwa kasus Covid-19 mencapai 80.298 dan 3.245 kematian (di negara dengan populasi 1,4 miliar jiwa dan tingkat kematian 10 juta orang per tahun).
Jumlah pasien positif Corona turun menjadi 25 orang per hari. Tidak ada laporan penularan yang dilaporkan sejak Rabu pekan lalu.
Levitt melihat bahwa hal yang sama juga akan terjadi pada negara lainnya, bahkan pada negara yang tidak menerapkan lockdown ketat seperti di China.
Dia menganalisis data dari 78 negara yang melaporkan lebih dari 50 kasus Covid-19 baru setiap hari. Levitt melihat tanda-tanda pemulihan di antara negara tersebut.
Levitt memang tidak fokus pada jumlah total kasus di suatu negara, tetapi pada jumlah kasus baru yang diidentifikasi setiap hari, terutama pada persentase pertumbuhan jumlah dari hari ke hari.
"Angka-angka masih berkembang ramai, tetapi ada tanda-tanda jelas pertumbuhan melambat," ungkapnya.
Salah contohnya di Iran yang menunjukkan pertumbuhan yang datar. Hal itu terlihat dari jumlah kasus baru pada Senin 1.133 menjadi 1.028 pada Minggu. Namun, kasus sembuh belum berarti virus tidak akan datang kembali.
Levitt mengakui bahwa angka-angkanya berantakan, dan jumlah kasus resmi di banyak daerah terlalu rendah karena pengujiannya sangat buruk. Namun, asalkan alasan kasus tidak akurat masih sama, masih berguna untuk membandingkannya dari hari ke hari.
Levitt menambahkan, arahan social distancing atau jaga jarak menjadi krusial lantaran virus ini sangat baru dan populasi manusia belum memiliki imunitas untuk menghadapi virus. Adapun vaksin, juga masih harus melewati proses yang panjang.
Virus dapat tumbuh secara eksponensial hanya ketika tidak terdeteksi dan tidak ada yang bertindak untuk mengendalikannya, kata Levitt.
Itulah yang terjadi di Korea Selatan, ketika dilaporkan penemuan dari anggota sebuah sekte gereja yang sempat menolak untuk melaporkan penyakitnya.
"Situasi sebenarnya tidak separah yang dibayangkan," kata Levitt.
Berdasarkan laporan WHO, terdapat 334.981 kasus Covid-19 dan 14.652 kematian di 190 negara per hari ini Selasa (24/3). Angka ini naik hingga 292,23 persen dibandingkan 85.403 kasus pada akhir Februari 2020.
Dikutip dari BBC, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan WHO telah memperingatkan bahwa pandemi penyakit Coronavirus "berakselerasi" setelah angkanya diketahui menyentuh lebih dari 300.000 kasus.
Hanya butuh 67 hari dari laporan kasus pertama yang mencapai 100.000 kasus, 11 hari untuk 100.000 kedua, dan hanya empat hari untuk 100.000 ketiga.
Tetapi Ghebreyesus mengatakan masih mungkin untuk mengubah lintasan.
Dia mendesak negara-negara untuk mengadopsi pengujian yang ketat dan strategi pelacakan kontak.
"Yang paling penting adalah apa yang kami lakukan. Anda tidak bisa memenangkan pertandingan sepakbola dengan bertahan. Anda harus menyerang juga," katanya dalam konferensi pers bersama dengan presiden FIFA Gianni Infantino saat meluncurkan kampanye "kick out coronavirus" yang menampilkan para pesepakbola.