Bisnis.com, JAKARTA - Filipina menghentikan perdagangan saham, obligasi, dan mata uang sampai adanya pengumuman lanjutan. Kebijakan ini membuat Filipina menjadi negara pertama yang menutup pasar keuangannya sebagai respons atas penyebaran virus corona.
Dilansir dari Bloomberg, Selasa (17/3/2020), langkah kontroversial ini diambil di tengah spekulasi bahwa negara lain akan mengambil kebijakan serupa. Pasalnya, pasar saham di berbagai negara anjlok karena kekhawatiran resesi global.
Beberapa pasar saham, seperti New York Stock Exchange menyatakan pada minggu ini bahwa mereka berencana untuk terus beroperasi.
Penutupan pasar keuangan Filipina dimulai pada hari ini, berdasarkan keterangan bursa efek setempat dan Asosiasi Bankir Filipina. Penghentian ini menyusul keputusan Presiden Rodrigo Duterte yang menerapkan lockdown di Ibu Kota Filipina selama sebulan.
Kebijakan ini bertujuan melindungi pulau utama di Filipina, Pulau Luzon dengan sekitar 57 juta penduduk. Virus corona telah menginfeksi setidaknya 140 penduduk Filipina dan 12 orang meninggal dunia
Pasar modal Filipina telah merosot lebih dari 30 persen sepanjang tahun ini dan menjadi salah satu penurunan terbesar di Asia.
Baca Juga
"Kebijakan tersebut menahan dana keluar, sehingga tidak akan disukai oleh para investor yang tidak ingin arus dana mereka dibatasi," ujar Manny Cruz dari Papa Securities.
Dia menambahkan jika kondisi perdagangan tergantung pada kondisi global, diperkirakan bakal ada penjualan secara besar jika pelemahan ekonomi global berlanjut. Sebaliknya, apabila kondisi ekonomi berangsur pulih, situasi pasar keuangan bakal rebound.
Penutupan pasar keuangan selama krisis merupakan kebijakan yang sangat jarang dilakukan. Pasar saham Amerika Serikat pernah ditutup hampir sepekan setelah serangan teroris pada 11 September 2001, sedangkan Hong Kong menghentikan perdagangan saat peristiwa Black Monday pada 1987. Yunani juga melakukan hal yang sama sekitar 5 pekan pada 2015.
Sebuah laporan survei dari investor global yang dilakukan oleh bursa efek Hong Kong pada Desember 1987 melaporkan bahwa kebijakan tersebut berdampak negatif pada reputasi pasar dan mengikis kepercayaan terhadap pasar saham Hong Kong, setidaknya dalam jangka pendek.
Sementara, beberapa pihak berpendapat jika beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, menolak saran untuk mempertimbangkan penutupan pasar. Bursa saham di Korea dan Indonesia pun menyatakan tidak ada rencana untuk menutup perdagangan, sedangkan Australia mengatakan telah memiliki beberapa strategi dan telah dilakukan sebagian untuk menjaga kondisi pasar.