Bisnis.com, JAKARTA - Kendati mematikan dan menekan ekonomi di sejumlah negara, wabah virus corona ternyata mendatangkan berkah bagi broker saham dan wealth management yang umumnya dimiliki perbankan swasta.
Pasalnya, orang-orang super kaya di Asia tiba-tiba punya banyak waktu setelah wabah virus corona membatasi kegiatan bisnis dan perjalanan ke seluruh dunia. Hal itu membuat para miliarder tersebut memilih menghabiskan untuk main saham di rumahnya sehingga meningkatkan pendapatan Citigroup Inc. dan bank-bank lain di wilayah tersebut.
"Klien semakin gelisah. Mereka lebih jarang bepergian dan memiliki lebih banyak waktu untuk melihat pasar dan meninjau portofolio mereka," kata Jyrki Rauhio, kepala perbankan swasta Asia Selatan untuk Citigroup, dilansir Bloomberg, Senin (9/3/2020).
Perbankan seperti Citigroup, UBS Group AG dan JPMorgan Chase & Co. meraup lonjakan transaksi ketika virus itu mengguncang pasar.
Lonjakan perdagangan ini telah membantu meringankan kerugian dari krisis kesehatan yang telah membekukan bisnis perbankan di Asia. Kepala Eksekutif Regional JPMorgan Kam Shing Kwang mengatakan, aktivitas pialang di bank swasta Asia meningkat lebih dari 30 persen pada Februari dari tahun sebelumnya karena pelanggan kaya bertransaksi lebih banyak, kata Kwang
"Aktivitas klien sejauh ini baik. Trennya tergantung pada berapa lama wabah virus akan bertahan," lanjutnya.
Epidemi virus corona telah menyebabkan guncangan pada ekuitas di seluruh dunia, meningkatkan aktivitas di bursa saham dan mendatangkan lebih banyak pendapatan untuk sektor bank. Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, sekitar 49,1 miliar saham MSCI Asia Pacific Index berpindah tangan pada 26 Februari. Ini merupakan level tertinggi dalam sejarah.
Menurut data bursa Hong Kong, kapitalisasi perdagangan telah melebihi 100 miliar dolar Hong Kong (US $12,9 miliar) pada 24 dari 28 hari setelah liburan Tahun Baru China. Perdagangan pada 28 Februari merupakan yang tertinggi dalam setahun.
Pergerakan harga saham yang fluktuatif, obligasi hingga komoditas mendorong perdagangan. Imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun jatuh di bawah 0,5 persen untuk pertama kalinya, sementara minyak mentah anjlok lebih dari 30 persen pada satu titik, penurunan terbesar sejak Perang Teluk pada 1991. Futures pada Indeks S&P 500 naik sebanyak 5 persen, memicu pembatasan perdagangan.
"Kombinasi dari terbatasnya perjalanan dan peningkatan volatilitas pasar berarti bahwa klien sangat aktif. Kami telah melihat volume transaksi tinggi secara konsisten sejak awal tahun," kata CEO Asia Bank Swasta Uni Eropa Union Bancaire Privée Michael Blake.
Dengan ekspansi miliarder tercepat di dunia, Asia menjadi wilayah sasaran para manajer kekayaan dari UBS. Credit Suisse Group AG dan lainnya yang berusaha untuk tumbuh tengah berpacu dengan waktu untuk mengubah cara perusahaan berinteraksi dengan pelanggan kaya di tengah wabah yang telah merenggut lebih dari 3.700 nyawa.
Sementara virus telah memberikan dorongan jangka pendek untuk perdagangan, pembatasan perjalanan telah mempersulit untuk memenangkan klien bank swasta baru, terutama di China. Beberapa bank mendaftar pelanggan baru secara digital, meskipun sebagian besar akun baru harus dibuka secara langsung.
Risiko bagi bank-bank ini adalah bahwa krisis berkepanjangan akan menghambat pertumbuhan klien itu, seperti halnya ketika perusahaan mencoba untuk memperluas pasar kekayaan besar-besaran di China. Boston Consulting Group Inc. dalam sebuah laporan tahun lalu menyebutkan ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan akan meraup pertumbuhan tahunan tertinggi di sektor perbankan sawasta hingga 2023.
Seorang bankir swasta yang fokus pada bisnis offshore China dan berbasis di Hong Kong mengatakan kebanyakan pelanggan telah membatasi perjalanan sehingga akses pada investor China daratan terhambat.
Bankir lain, yang fokus pada klien Hong Kong, mengatakan sulit untuk mendapatkan bisnis baru karena klien tidak mau bertemu walaupun mereka ada di kota yang sama. Krisis telah membuka peluang seiring meningkatnya kehati-hatian investor.