Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Alibaba dan Tencent Di Tengah Gempuran Virus Corona

Wabah virus corona menghantam industri teknologi China. Namun, di tengah kondisi tersebut, masih ada perusahaan teknologi yang diuntungkan dari wabah ini.
Logo Tencent/Reuters
Logo Tencent/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Wabah virus corona yang menerpa China telah membuat sejumlah industri teknologi Negeri Tirai Bambu tersebut rugi miliaran dolar.

Raksasa teknologi China, Alibaba Group Holding Ltd. dan Meituan Dianping telah kehilangan pendapatan US$28 miliar nilai pasar sejak virus corona atau Covid-19 merebak pada pertengahan Januari lalu.

Kerugian terjadi karena dua perusahaan itu sangat bergantung pada jutaan karyawan dan truk untuk pengangkut paket dan makanan dalam jaringan transportasi nasional.

Raksasa teknologi lainnya, Tencent justru menghadapi posisi sebaliknya.  Operator Wechat yang juga menjajakan games dan menjual barang virtual seperti kostum dan baju besi untuk games ponsel justru meraup sekitar US$ 18 miliar. Penerimaan ini melejitkan nilai pasar perusahaan yang kini berkisar setengah triliun dolar.

Posisi Alibaba dan Wechat yang berkebalikan terjadi karena model bisnis yang berbeda. Alibaba mengandalkan operasi analog atau manual, sedangkan Wechat bergerak sepenuhnya di ranah digital yang sama sekali tidak terganggu wabah.

"Kami mengirim jauh lebih sedikit paket saat ini karena rekan-rekan pekerja saya tidak bisa bekerja. Kami yang masih bekerja ditugaskan untuk mengirim banyak paket. Untung saya mendapat libur selama Tahun Baru Imlek,"kata Qiu, seorang kurir Alibaba
yang juga mitra SF Express, dilansir Bloomberg, Senin (24/2/2020).

Perusahaan-perusahaan China sedang berjuang untuk mengatasi wabah coronavirus ke berbagai tingkat. Namun demikian, beberapa perusahaan seperti Tencent dan TikTok meraup peningkatan pengguna karena jutaan orang terpaksa berdiam diri di rumah.

Hal ini menjadikan game seluler dan video streaming sebagai satu-satunya pilihan hiburan masyarakat di CHINA.

Tencent yang akan melaporkan pendapatan perusahaan pada Maret mendatang berharap adanya lonjakan pengguna dan waktu penggunaan untuk aplikasi permainan online-nya. Untuk saat ini, para analis memproyeksikan perusahaan akan mencetak laju pertumbuhan penjualan tercepat sejak Desember 2018.

Tidak demikian dengan Alibaba, perusahaan ini pada awalnya diuntungkan dari lonjakan belanja online. Namun belakangan ini, jutaan paket yang dikirimkan setiap hari adalah hanya barang-barang bernilai rendah atau nonelektronik, seperti makanan dan masker wajah.

"Melemahnya permintaan belanja online karena pengeluaran untuk hal-hal seperti pakaian dan elektronik, saat ini tidak mendesak," kata Jerry Liu, seorang analis UBS yang berbasis di Hong Kong.

Alibaba juga punya masalah lainnya, yakni ketidakpuasan pada jajaran stafnya. Hangzhou, markas Alibaba yang berjarak 1 jam dari Shanghai, kini dikarantina akibat penyebaran wabah. Pemerintah melarang staf Alibaba untuk kembali ke rumahnya dan harus menyewa apartemen selama berhari-hari. Seorang pekerja mengatakan dia hanya diizinkan meninggalkan tempat tinggal sementaranya setiap tiga hari sekali.

"Tidak ada yang namanya menghitung jam lembur di Alibaba," kata pekerja 27 tahun yang enggan disebutkan namanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper