Bisnis.com, JAKARTA - "Harga yang paling berharga, properti yang paling berharga, adalah pikiran kita. Jadi, kalau kita terlalu kesal sama orang, itu berarti membuat orang itu mengontrol pikiran kita."
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok mengungkapkan hal tersebut ketika meluncurkan buku terbarunya, "Panggil Saya BTP: Perjalanan Psikologi Ahok Selama di Mako Brimob" bersama Tempo Media Group, Senin (17/2/2020).
Sebelumnya, Ahok mengisahkan masa-masa yang menjadi titik terendahnya di dalam jeruji besi. Dirinya mengakui awal rasa marah atas kasus hukum yang menimpanya, merupakan perasaan dominan yang menyelimuti dirinya.
Hal ini ditambah kondisi keuangan akibat masalah keluarga. Inilah yang membuat dirinya drop, "Tensi saya itu sampai-sampai cuma 70-50," ungkap pria yang kini menjadi Komisaris Utama Pertamina tersebut.
Beruntung, di sela-sela upaya mengobati diri dengan berolahraga, menulis, dan membaca, datang pengalaman unik dari dokter yang memiliki tugas rutin memeriksa kesehatannya.
Ahok menggambarkan bahwa dokter tersebut merupakan seorang wanita muslim dengan jilbab lengkap. Uniknya, sebelum memeriksa, sang dokter ini kerap mengajak Ahok mengobrol sembari bertanya.
Salah satunya terkait 'pasukan pelangi' besutannya, atau para Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) yang dibentuknya ketika masih menduduki kursi DKI 1.
"Dia bertanya 'Saya bingung juga, kok bapak kepikiran bikin pasukan kuning, oranye, hijau'. Wah, saya jadi cerita ke mana-mana. Eh, tensi sudah 70-90. Saya jadi sadar ternyata ide pikiran itu yang membuat seseorang hidup," ungkapnya.
Dalam hal ini, Ahok mengakui bahwa caranya berdamai dengan diri sendiri dan keadaan yang menghantuinya adalah berdialog dengan diri sendiri, berkomtemplasi, kemudian memaafkan semuanya.
Turut hadir Psikolog UI Hamdi Muluk yang menekankan bahwa Ahok sebenarnya pribadi yang religius dan berkarakter kuat. Masa-masa titik terendahnya di penjara, justru membuatnya makin terasah sebagai pribadi yang lebih baik.
"Kalau motivator itu selalu bilang karakter Ahok itu karakter diamond [permata]. Jadi mau ditaruh di tempat kotor pun tetap bersinar dan tidak berubah. Yang berubah mungkin kebiasaan, pembawaan diri," ujarnya.
Hadir pula Pemerhati Politik Gustika Jusuf-Hatta mewakili generasi muda yang menilai pengalaman Ahok memang tepat di posisi-posisi penggebrak, yang bisa menghadirkan perombakan secara sistematis.