Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dihantui Corona Virus, Ekonomi China Bisa Melambat 1,2%

Virus Corona yang menyebar luas diperkirakan akan mengerus pertumbuhan China hingga 1,2% jika konsumsi jasa anjlok 10%.
Sebuah foto yang dirilis oleh Rumah Sakit Pusat Wuhan menunjukkan staf medis yang merawat pasien di Rumah Sakit Pusat Wuhan melalui Weibo di Wuhan, China. Tidak diketahui tanggal pangambilan foto./ The Central Hospital of Wuhan via Weibo - via Reuters
Sebuah foto yang dirilis oleh Rumah Sakit Pusat Wuhan menunjukkan staf medis yang merawat pasien di Rumah Sakit Pusat Wuhan melalui Weibo di Wuhan, China. Tidak diketahui tanggal pangambilan foto./ The Central Hospital of Wuhan via Weibo - via Reuters

Bisnis.com, JAKARTA--Virus Corona yang menyebar luas diperkirakan akan mengerus pertumbuhan China hingga 1,2% jika konsumsi jasa anjlok 10%.

Perhitungan ini berdasarkan estimasi rata-rata konsumsi tarif angkutan dan hiburan warga China yang umumnya menghabiskan 20% pendapatannya untuk dua pos pengeluaran tersebut.

Dari laporan S&P Global minggu lalu (23/1/2020), konsumsi jasa akan terimbas cukup besar karena epidemik virus Corona ini terjadi bertepatan libur panjang Tahun Baru China yang umumnya diwarnai oleh kegiatan mudik, hiburan dan tradisi memberi hadiah.

"Kita akan melihat tekanan moderat di penjualan ritel, yang selama ini memiliki pertumbuhan tetap, meski tidak spektakuler," tulis S&P Global dalam laporannya.

Pertumbuhan ritel sepanjang beberapa bulan terakhir hanya tumbuh 8%, dipicu oleh stagnannya penjualan mobil.

Isolasi sejumlah kota dan tempat wisata juga mempengaruhi, masyarakat untuk melakukan konsumsi atau perjalanan keluar. Hal ini dibarengi oleh melunaknya pembelian kebutuhan rumah tangga, seperti dekorasi rumah dan furnitur.

Sementara itu, penyebaran virus mematikan dari China akan menjadi sentimen utama di benak para investor pasar berkembang ketika mereka merenungkan dampaknya terhadap ekonomi global.

Kekhawatiran wabah virus Corona yang dikhawatirkan akan berkembang menjadi sesuatu yang mirip dengan pandemi SARS tahun 2003 menghentikan reli tujuh pekan di saham negara berkembang, mata uang dan obligasi dalam lima hari berturut-turut hingga Jumat (24/1/2020).

Yuan menunjukkan kinerja buruk di negara-negara berkembang pekan lalu, sementara indeks saham utama China, Shanghai Composite, memiliki menutup perdagangan dengan catatan terburuk pada malam Tahun Baru Imlek sepanjang sejarah selama tiga dekade terakhir.

"Wabah coronavirus Wuhan memiliki potensi untuk menggerogoti ekuitas China dan semua aset global berisiko," kata Seema Shah, kepala strategi di Principal Global Investors, London, seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (27/1/2020).

Dia menambahkan bahwa dengan adanya peningkatan valuasi, kelas-kelas aset menjadi sangat rentan terhadap perubahan sentimen, selain itu, dampak ekonomi dari kasus serupa, SARS di 2003, memiliki potensi untuk mempengaruhi kepercayaan diri pasar.

Di luar ketakutan terhadap penyebaran virus Corona, investor pasar berkembang akan mengawasi keputusan suku bunga di AS, Kenya, Angola, Hongaria, Pakistan, Chili, Sri Lanka, Ukraina, dan Ghana pekan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper