Bisnis.com, JAKARTA - RM dan RB, dua tersangka penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terancam hukuman pidana lima tahun penjara.
Kedua polisi aktif itu dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa kepolisian seharusnya bisa melihat kasus ini secara komperehensif. Bisa saja teror air keras tersebut memang pembunuhan berencana.
"Kasus itu harus dilihat lebih komperehensif sehingga pasal yang dikenakan [dapat] jauh lebih bijak," kata peneliti ICW Wana Alamsyah Minggu (29/12/2019).
Menurutnya, informasi parsial hanya diperoleh dari pihak kepolisian sehingga polisi perlu mencari adanya dugaan dalang di balik kasus ini, tak sebatas pelaku lapangan.
"Ketika ada aktor intelektual yang muncul, artinya pasal [yang dikenakan] tersebut bisa ditingkatkan lagi. Bahkan ada upaya perencanaan pembunuhan," kata Wana.
Wana mengatakan bahwa adanya dugaan percobaan pembunuhan dapat ditinjau dari hasil rekaman kamera pengawas di sekitar lokasi teror. Menurutnya, telah terjadi pengondisian dalam aksi tersebut.
"Ada prasyarat terlebih dahulu ketika Novel akan diserang, sehingga konteks perencanaan pembunuhan harus didalami," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, polisi sejauh ini belum menjelaskan kepada publik peran dari kedua tersangka tersebut. Polisi harus menjelaskan apakah keduanya aktor intelektual sekaligus eksekutor lapangan atau ada dalang di balik perkara.
Wana juga belum melihat ketegasan kepolisian apakah kedua pelaku itu ditangkap atau menyerahkan diri, meskipun polisi mengklaim menangkapnya di Cimanggis, Depok, Kamis (26/12/2019.
Dalam perkara ini, RB dan RM sudah ditahan pihak kepolisian selama 20 hari pertama. Belum diketahui apa motif sebenarnya dari kedua tersangka melakukan penyerangan pada Novel.
Hanya saja, tersangka RB saat digiring pihak kepolisian kemarin mencap Novel sebagai pengkhianat. Belum jelas apa maksud dari perkataan polisi aktif dari Brimob, Kelapa Dua, Depok tersebut.