Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghadapi krisis politik pamungkas kemarin waktu setempat dalam pemungutan suara pemakzulan bersejarah di Kongres karena tuduhan penyalahgunaan jabatan.
Pemungutan suara itu telah menodai karir miliarder tersebut sekaligus membuat perbedaan pendapat di lembaga parlemen AS.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka sesi dengan doa untuk "kebijaksanaan" oleh seorang pendeta sebelum debat tentang resolusi mengenai "pemakzulan Donald J Trump" dimulai pukul 10:00 pagi waktu setempat atau sekitar pukul 21:00 WIB.
Mayoritas anggota Demokrat di DPR, yang dipimpin oleh Nancy Pelosi, diperkirakan akan menyetujui dua pasal pemakzulan. Keduanya adalah penyalahgunaan jabatan dan tindakan menghalangi penyelidikan di Kongres. Pemungutan suara akan dilakukan setelah debat berlangsung sepanjang hari.
Senat yang didominasi Partai Republik kemudian akan membuka sidang pada Januari tahun depan dan sudah pasti akan membela presiden.
Perwakilan John Lewis berbicara sebelum pemungutan suara pada pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump di Capitol Hill di Washington, AS, 18 Desember 2019./Reuters
Trump, pemimpin AS yang paling kontroversi dan lebih banyak berkomunikasi menggunakan media sosial dengan mengirimkan kicauan yang mencerminkan nada frustrasi.
"Bisakah Anda percaya bahwa saya akan dimakzulkan oleh radikal kiri. Jangan lakukan apa apa karen saya tidak bersalah. Ini hal yang mengerikan," kata Trump seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Kamis (19/12/2019).
Dia menambahkan bahwa pemakzulan seharusnya tidak pernah terjadi lagi pada seorang presiden.
Trump kemudian terbang ke negara bagian daerah pemilihan di Michigan untuk unjuk rasa dengan ribuan pendukungnya yang paling setia yang diperkirakan saat DPR melakukan pemungutan suara.
Meskipun pemakzulan akan menempatkan noda dalam buku-buku sejarah bersama Presiden Andrew Johnson pada tahun 1868 dan Bill Clinton pada tahun 1998, namun skandal itu diperkirakan akan memperkuat basisnya dalam pemilihan presiden tahun 2020.
Pada malam sebelum proses pemakzulan dia menulis surat enam halaman yang luar biasa untuk Pelosi dan menuduhnya melakukan "percobaan kudeta," sebuah "sandiwara" dan memperlakukannya kurang adil.