Kabar24.com, JAKARTA — Para politisi muda terpaksa mengurungkan niat mereka berkontes dalam pemilihan kepala daerah karena Mahkamah Konstitusi (MK) emoh memangkas usia minimal calon kepala daerah.
Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany menghormati penolakan MK memotong usia calon kepala daerah. Meski demikian, dia menyesalkan konsekuensi putusan yang membuat anak muda urung mengikuti pemilihan kepala daerah.
“Banyak orang punya pengalaman politik dan sudah menyiapkan diri. Secara keseluruhan anak-anak muda kompeten sudah banyak,” ujarnya usai sidang pembacaan putusan di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Tsamara lantas mencontohkan rekan separtainya, Faldo Maldini, yang berniat maju dalam Pemilihan Gubenur Sumatra Barat 2018. Namun, pada saat penetapan calon gubernur 8 Juli 2020, politisi baru PSI itu belum genap berusia 30 tahun.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) jo UU No. 1/2015, usia minimal calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 30 tahun.
Tsamara menjelaskan bahwa Faldo sudah menyiapkan diri sebagai kandidat bakal calon gubernur di kampungnya. Harapannya, MK memangkas umur minimal calon gubernur sehingga upaya kampanye tidak menjadi percuma.
“Dengan putusan ini Faldo tidak bisa maju kecuali ada perubahan jadwal penetapan calon,” tuturnya.
Putusan MK No. 58/PUU-XVII/2019 yang dibacakan Rabu (11/12/2019) menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada masih berlaku. Untuk calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun, sementara umur serendah-rendahnya 25 tahun bagi calon bupati dan calon wakil bupati serta wakil wali kota dan wakil wali kota.
Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan bahwa penetapan batas usia calon kepala daerah merupakan kewenangan pembentuk UU atau DPR bersama pemerintah. Karena itu, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada.
“Bahwa untuk jabatan atau perbuatan hukum tertentu pembentuk UU menentukan batas usia berbeda-beda dikarenakan perbedaan sifat jabatan atau perbuatan hukum, itu pun merupakan kewenangan pembentuk UU,” ujarnya saat membacakan pertimbangan putusan.
MK juga membantah argumentasi para pemohon bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada bersifat diskriminatif. Sebab, pemenuhan hak atas persamaan kedudukan di depan hukum dan pemerintahan bukan berarti meniadakan pembatasan-pembatasan seperti usia jabatan.
“Mengadili, menolak permohonan para pemohon,” ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan.
Tsamara, Faldo, bersama dengan Dara Adinda Nasution dan Cakra Yudi Putra menjadi pemohon perkara tersebut. Mereka mengaku berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah di kampung halaman masing-masing, tetapi terbentur syarat Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada.
Faldo, misalnya, berancang-ancang ikut Pilgub Sumbar 2020. Namun, pada saat penetapan calon gubernur pada 8 Juli 2020, belum genap 30 tahun.
Sementara itu, Tsamara berniat menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Menurut dia, pilkada di DKI Jakarta diadakan pada 2022 ketika usianya baru menginjak 26 tahun.
Faldo dkk. merasa dirugikan dengan keberadaan Pasa 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada. Para pemohon mendalilkan hak konstitusional warga negara mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum terlanggar dengan norma tersebut.