Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melarang Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria bepergian ke luar negeri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pelarangan ke luar negeri tersebut berkaitan dengan dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Solok Selatan.
"KPK mengirimkan surat ke Imigrasi tentang pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang tersangka," ujar Febri, Selasa (19/11/2019).
Selain Muzni Zakaria yang saat ini belum ditahan KPK, penyidik juga mencegah pemilik Grup Dempo bernama Muhamad Yamin Kahar ke luar negeri.
Febri mengatakan bahwa pencegahan tersebut dilakukan agar keduanya tak sedang berada di luar negeri jika sewaktu-waktu dipanggil penyidik KPK.
"Pencegahan ke luar negeri tersebut dilakukan selama 6 bulan terhitung sejak 8 November 2019," tutur Febri.
Masa cegah ini berlanjut untuk keduanya setelah sebelumnya telah dicegah selama 6 bulan sejak 3 Mei 2019 menyusul pengumuman status tersang pada Mei 2019 lalu.
Dalam perkara ini, KPK menduga Muzni menerima Rp460 juta baik dalam bentuk uang dan barang dari kontraktor yang juga pemilik Grup Dempo bernama Muhamad Yamin Kahar secara bertahap dan dari sejumlah perantara.
Mulanya, Pemkab Solok mencanangkan beberapa proyek strategis di antaranya adalah pembangunan Masjid Agung Solok dengan pagu anggaran sekitar Rp55 miliar dan pembangunan Jembatan Ambayan dengan Pagu Anggaran sekitar Rp14,8 miliar.
Pada Januari 2018, tersangka Muzni Zakaria mendatangi kontraktor pemilik Grup Dampo, yaitu Muhammad Yamin Kahar untuk membicarakan paket pengerjaan pembangunan Masjid Agung Solok Selatan.
Selanjutnya, pada Februari atau Maret 2018, Muzni kembali menawarkan paket pekerjaan pembangunan Jembatan Ambayan untuk dikerjakan oleh perusahaan Muhammad Yamin.
Diduga, pada Januari sampai dengan Maret 2018 baik secara langsung maupun tidak langsung Muzni memerintahkan bawahannya agar paket pekerjaan tersebut diberikan kepada atau dimenangkan oleh perusahaan yang digunakan oleh Muhammad Yamin.
Tersangka Muzni juga beberapa kali meminta uang kepada M. Yamin Kahar baik secara Iangsung maupun melalui perantara.
Diduga pemberian uang dari Muzni yang teIah terealisasi terkait proyek Jembatan Ambayan berjumlah Rp460 juta dalam rentang waktu April hingga Juni 2019 dengan rincian Rp410 juta diterima dalam bentuk uang dan Rp50 juta dalam bentuk barang.
Kemudian, pada Juni 2018, Muzni juga meminta agar uang diserahkan pada pihak Iain a.l yaitu sebesar Rp25 juta yang diserahkan pada Kasubag Protokol untuk THR pegawai dan Rp60 juta diserahkan pada istri Muzni.
Adapun terkait dengan proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan, M. Yamin juga telah memberikan uang pada seiumlah bawahan Muzni yang merupakan pejabat di Pemkab Solok Selatan sejumlah Rp315 juta.
Dalam prosesnya, Muzni telah menitipkan atau menyerahkan uang Rp440 juta pada KPK dan saat ini dijadikan salah satu bagian dari barang bukti dalam perkara ini.
Muzni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun Muhammad Yamin Kahar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.