Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kata Mahfud MD Soal Laporan Presiden ke KPK, Laode Syarif Jelaskan Kasus Besar yang Ditangani

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa lembaganya masih belum mengetahui dugaan korupsi yang dimaksud tersebut
Menteri Koordinator bidang Polhukam Mahfud MD melambaikan tangan saat berjalan memasuki Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019)./ANTARA FOTO-Wahyu Putro A
Menteri Koordinator bidang Polhukam Mahfud MD melambaikan tangan saat berjalan memasuki Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019)./ANTARA FOTO-Wahyu Putro A

Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan Menteri Kordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, yang menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo pernah melaporkan kasus dugaan korupsi besar ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Presiden menunjukkan, saya [Jokowi] sudah menyampaikan laporan ke KPK, [adanya kasus] ini, ini, ini, tapi enggak terungkap," kata Mahfud , Senin (11/11/2019).

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa lembaganya masih belum mengetahui dugaan korupsi yang dimaksud tersebut.

"Dari apa yang disampaikan Menkopolhukam di salah satu acara yang terbuka untuk umum kemarin, kita belum mengetahui kasus apa yang dimaksud," katanya, Selasa (12/11/2019).

Hanya saja, Laode mengakui sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi perhatian Presiden Jokowi dan sudah ditangani lembaga antirasuah.

Meskipun diakuinya butuh waktu dalam pengusutannya karena kompleksitas perkara dan perolehan bukti.

Pertama, kasus pembelian Heli Augusta Westland (AW)-101. Laode mengatakan penanganan kasus ini perlu kerja sama yang kuat antara KPK dan POM TNI.

Dalam kasus itu, lanjut dia, KPK menangani satu orang pihak swasta bernama Irfan Kurnia Saleh selaku Dirut PT Diratama Jaya Mandiri, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer.

Mereka adalah mantan Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsma FA selaku Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017; Letkol TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas; Pembantu Letda berinsial SS selaku staf Pekas; Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan; dan Marsekal Muda TNI SB selaku Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara.

Laode menyatakan bahwa dalam penyidikan Irfan Kurnia Saleh yang ditangani komisi antikorupsi terus berjalan dan tinggal menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"[Saat ini] KPK sedang menunggu hasil audit kerugian keuangan negara yang sedang dihitung BPK," kata dia.

Menurut Laode, pengungkapan kasus ini sangat tergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI.

"Khusus untuk kasus ini kami mengharapkan dukungan penuh Presiden dan Menkopolhukam, karena kasusnya sebenarnya tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK," tuturnya.

Kedua, kasus dugaan korupsi Pertamina Energy Service (PES) Pte. Ltd.

Menurut Laode, kasus tersebut sejauh ini masih dalam proses penyidikan KPK dengan satu orang tersangka yaitu mantan VP Marketing and Managing Director PES Bambang Irianto.

Bambang yang juga mantan Direktur Utama Petral itu diduga menerima suap US$2,9 juta yang diterima sejak tahun 2010 s/d 2013, melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak.

KPK menduga, uang suap itu atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES atau PT Pertamina (Persero) di Singapura dan pengiriman kargo.

"Dalam perkara ini, kami membutuhkan penelusuran bukti lintas negara sehingga perlu kerja sama internasional yang kuat," ujarnya. 

Negara yang dimaksud Laode dalam kasus ini selain Indonesia yaitu Thailand, Uni Emirat Arab, Singapura dan Kepulauan Virgin Inggris (British Virgin Island). 

"Sayangnya, hanya dua negara yang mau membantu sedang dua negara lain tidak kooperatif," tutur dia.

Kesulitan lain yang diungkap dalam kasus ini adalah perkara tersebut melibatkan sejumlah perusahaan cangkang di beberapa negara bebas pajak seperti Kepulauan Virgin Inggris.

Di sisi lain, Laode menyatakan bahwa penanganan perkara korupsi harus didasarkan pada alat bukti.

Kemampuan memperoleh alat bukti menurutnya sangat dipengaruhi oleh kewenangan yang diberikan undang-undang serta sikap kooperatif pihak-pihak yang dipanggil KPK.

"Tapi silakan datang ke KPK jika memang ada yang perlu diketahui penanganannya. Karena data-data pelaporan, termasuk informasi siapa pelapor menurut perundang-undangan harus dirahasiakan," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper