Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Bisnis Ritel PT Sarinah (Persero) Lies Permana Lestari, Senin (11/11/2019).
Dia dipanggil dengan terkait dengan kasus dugaan suap proyek Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Propertindo (APP) yang dilaksanakan oleh PT INTI (Persero) tahun 2019.
“Yang bersangkutan [Lies Permana Lestari] dipanggil sebagai saksi untuk tersangka DMP [Darman Mappangara],” ujar Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Chrystelina GS, Senin.
Belum diketahui materi pemeriksaan penyidik terhadap Lies Permana. Chrystelina juga belum memberikan informasi apakah Lies memenuhi panggilan penyidik atau tidak.
Selain Lies, penyidik juga hari ini secara bersamaan memanggil pihak wiraswasta bernama Sujono, untuk diperiksa dengan tersangka yang sama.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu mantan Direktur Keuangan AP II Andra Agussalam, mantan Dirut PT INTI Darman Mappangara dan Taswin Nur selaku tangan kanannya.
Darman selaku dirut PT INTI saat itu diduga menyuap Andra Agussalam sebesar 96.700 ribu dolar Singapura atau sekira Rp1 miliar, agar Andra mengawal sejumlah proyek untuk dimenangkan PT INTI.
Kontruksi perkara diawali ketika PT INTI mengerjakan beberapa proyek di PT AP II pada 2019, dengan rincian proyek Visual Docking Guidance System (VGDS) senilai Rp106,48 miliar, proyek Bird Strike sebesar Rp22,85 miliar, dan proyek pengembangan bandara dengan nilai Rp86,44 miliar.
Selain itu, PT INTI memiliki Daftar Prospek Proyek tambahan di AP II dan PT Angkasa Pura Propertindo dengan rincian proyek X-Ray 6 bandara sebesar Rp100 miliar, Baggage Handling System di 6 bandara senilai Rp125 miliar, proyek VDGS Rp75 miliar, dan proyek Radar burung senilai Rp60 miliar.
KPK menduga bahwa PT INTI mendapatkan sejumlah proyek atas bantuan tersangka Andra Agussalam yang saat itu menjabat Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II.
Tak hanya itu, teridentifikasi adanya sebuah kode suap "buku" atau "dokumen" yang merujuk pada mata uang dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura sebagai nilai mata uang suap.
Darman dalam perkara ini disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.