Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaksa Minta Hakim Tolak Justice Collaborator Bowo Sidik Pangarso

Jaksa beralasan bahwa Bowo Sidik tidak memenuhi syarat sebagai justice collaborator.
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (16/10/2019)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (16/10/2019)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim tindak pidana korupsi menolak justice collaborator yang sebelumnya diajukan terdakwa Bowo Sidik Pangarso.

Jaksa beralasan bahwa Bowo Sidik tidak memenuhi syarat sebagai justice collaborator atau saksi pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 tahun 2011.

Menurut jaksa, kriteria pengabulan justice collaborator seperti diatur dalam SEMA tersebut adalah bukan pelaku utama, mengakui kejahatan, memberikan keterangan dan bukti signifikan untuk mengungkap pelaku lain, serta mengembalikan aset atau hasil tindak pidana.

"Bahwa berdasarkan fakta persidangan dan dikaitkan dengan ketentuan SEMA tersebut, maka JC terdakwa tidak memenuhi syarat untuk dikabulkan," kata jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan Bowo Sidik Pangarso di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).

Akan tetapi, lanjut jaksa, karena terdakwa Bowo Sidik telah mengakui perbuatan dan mengembalikan uang hasil tindak pidana korupsi maka hal tersebut akan dipertimbangkan sebagai hal-hal yang meringankan tuntutan pidana.

Adapun dalam pertimbangannya, jaksa menyatakan bahwa hal yang meringankan Bowo sidik yaitu bersikap kooperatif di persidangan.

"Terdakwa berterus terang dalam perbuatannya, mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, mengembalikan sebagian besar uang suap yang diterimanya serta  belum pernah dihukum," ujar jaksa.

Sementara itu, jaksa dalam pertimbangannya menyatakan hal berat yang dilakukan Bowo adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Terdakwa Bowo Sidik Pangarso sebelumnya dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menyakini mantan anggota DPR Komisi VI fraksi Golkar itu terbukti menerima suap terkait dengan sewa menyewa kapal antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia serta penerimaan gratifikasi dari sejumlah pihak.

Bowo juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp52.095.965 dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah inkrah maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 

"Dan jika tidak menutupi akan diganti dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun," kata jaksa saat membaca surat tuntutan Bowo di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).

Tak hanya itu, Bowo juga dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

Jaksa menyatakan bahwa Bowo Sidik menerima suap dari Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono dan General Manager Komersial PT HTK Asty Winasty. 

Suap tersebut diterima Bowo melalui orang kepercayaannya sekaligus Direktur Keuangan PT Inersia Ampak Engineers perusahaan milik Bowo bernama M. Indung Andriani.

Menurut jaksa, uang itu diterima Bowo agar membantu pihak HTK kembali mendapatkan kerja sama kembali pekerjaan pengangkutan atau sewa-menyewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Secara keseluruhan, jaksa menyatakan Bowo Sidik menerima suap US$163.733 dan Rp311.022.932 terkait sewa menyewa kapal antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia.

Kemudian, menerima Rp300 juta dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera, Lamidi Jimat terkait bantuan mendapatkan proyek penyediaan BBM dan penagihan piutang PT Djakarta Lloyd senilai Rp2 miliar.

Selain itu, menerima gratifikasi 700 ribu dolar Singapura dan Rp600 juta dari sejumlah sumber dengan nilai yang bervariasi yang berlangsung sejak 2016 saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII dan anggota Badan Anggaran DPR (Banggar).

Pertama, 250.000 dolar Singapura terkait dengan pengusulan Kabupaten Kepulauan Meranti agar mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK fisik APBN 2016. Kemudian, Rp600 juta terkait pembahasan program pengembangan pasar tahun anggaran 2017.

Selain itu, gratifikasi senilai 50.000 dolar Singapura pada saat penyelenggaraan Munas Partai Golkar untuk pemilihan ketua umum periode 2016-2019 di Denpasar, Bali.

Kemudian, sebesar 200.000 dolar Singapura terkait dengan Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas. Terakhir, sebesar 200.000 dolar Singapura terkait dengan posisi seseorang di BUMN yaitu PT PLN (Persero).

Atas semua perbuatannya, jaksa meyakini Bowo melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1  KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terkait penerimaan gratifikasi, Bowo melanggar Pasal 12 B ayat (1) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper