Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti kendaraan dan sebuah dokumen perjalanan ke Jepang terkait kasus yang menjerat Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penyitaan tersebut menyusul proses penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di kantor Pemkot Medan, Jumat (18/10/2019).
"Tim masuk ke ruangan Wali kota, ruang protokoler dan beberapa ruangan lain yang relevan karena di ruangan tersebut diduga terdapat bukti yang terkait perkara ini," kata Febri.
Selain menyita dokumen perjalanan ke Jepang dan kendaraan salah satu staf Pemkot Medan yang digunakan untuk menerima uang, tim juga menyita barang bukti elektronik.
Seluruh barang bukti yang disita tersebut akan dianalisis lebih lanjut selama penyidikan kasus ini.
Dalam perkembangan lain, salah satu pihak yang sempat melarikan diri dan hampir mencelakai petugas KPK pada saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu akhirnya menyerahkan diri.
"Andika telah menyerahkan diri ke Polresta Medan dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin dan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan Pemkot Medan tahun 2019.
Dua tersangka lainnya yakni, Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar.
Penetapan Dzulmi sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK yang digelar di Medan pada Selasa hingga Rabu (15-16/10) dan menjaring tujuh orang.
Dzulmi diduga menerima setoran dari kepala dinas Pemkot Medan yang disinyalir untuk menutupi biaya perjalannya ke Jepang. Selain itu, atas pengangkatan seseorang atas nama Isa Ansyari menjadi Kepala Dinas PUPR Pemkot Medan.
Dzulmi Eldin diduga menerima sejumlah pemberian uang dari Isa sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019.Pemberian juga terjadi pada 18 September 2019, senilai Rp50 juta.
Penerimaan uang berlanjut ketika Dzulmi tidak bisa membayar uang perjalanannya ke Jepang bersama keluarganya.
Mulanya, pada Juli 2019 Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemkot Medan dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa, Jepang.
Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemkot Kota Medan, nyatanya Dzulmi mengajak istri dan dua orang anaknya, serta beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
"Keluarga TDE bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga TDE didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu SFI [Syamsul Fitri Siregar]," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers, Rabu (16/10/2019) malam.
Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, lanjut Saut, terdapat pengeluaran perjalanan dinas wali kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
"Pihak tour and travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE," ujar Saut.
Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp800 juta.
Kadis PUPR Isa Ansyari lantas mengirim Rp200 juta pada Dzulmi atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota.
Pada 10 Oktober 2019, Syamsul menghubungi Aidiel Putra Pratama selaku ajudan wali kota dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp800-Rp900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang.
"SFI kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana, termasuk di antaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang dan IAN meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang. Diduga IAN dimintai uang tersebut karena diangkat sebagai kadis PU oleh TDE," papar Saut.
Di dalam daftar tersebut, Isa Ansyari ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp250 juta.
Kemudian pada 13 Oktober 2019, Syamsul menghubung Isa untuk meminta bantuan dana sebesar Rp250 juta. Pada 15 Oktober 2019, Isa pun mentransfer Rp200 juta ke rekening ajudan wali kota.
Uang itu pun pada akhirnya sampai ke tangan wali kota dan disimpan di ruangan bagian protokoler Pemkot Medan.
"Salah satu ajudan walikota medan yang lain yaitu AND [Andika] kemudian menanyakan kepada IAN tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta yang disepakati. IAN menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya," kata Saut.
Saat akan mengambil uang Rp50 juta itu, kendaraan Andika diperjalanan diberhentikan oleh tim KPK. Hanya saja, saat mobil itu dihampiri petugas KPK, Andika malah memundurkan mobilnya dengan cepat sehingga hampir menabrak petugas KPK.
"AND kemudian kabur bersama uang sebesar Rp50 juta tersebut dan belum diketahui keberadaannya hingga saat ini," ujarnya.
Dzulmi Eldin dan Syamsul Siregar disangkakan KPK melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Isya Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.