Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dilanda Krisis, PBB Kurangi Penggunaan Listrik hingga Pangkas Pekerja

Langkah di atas merupakan upaya penghematan yang diumumkan oleh penyusun anggaran PBB pada Jumat (11/10), untuk menyiasati pengetatan keuangan paling parah dalam beberapa tahun terakhir yang dihadapi oleh organisasi global tersebut.
Gedung PBB/Antara
Gedung PBB/Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Tidak ada perekrutan baru, meeting di luar jam kerja atau perhelatan acara hingga larut malam di kantor pusat Persatuan Bangsa Bangsa, New York.

Tidak ada lagi perjalanan opsional. Bahkan, tidak ada anggaran untuk perabotan baru atau pergantian komputer, kecuali memang kebutuhan yang mendesak.

Dilansir melalui The New York Times, penggunaan penghangat dan pendingin ruangan akan dibatasi pada pukul 18:00 dan 8:00.

Pembatasan ini diperkirakan akan menyebabkan keterlambatan pengerjaan dokumen, lebih sedikit tulisan dalam versi terjemahan, dan tidak ada lagi barang gratisan, seperti air mineral, selama konferensi.

Pada gedung sekretariat bertingkat 39 ini, sejumlah eskalator dan air mancur yang ada di luar gedung tidak lagi beroperasi.

Langkah di atas merupakan upaya penghematan yang diumumkan oleh penyusun anggaran PBB pada Jumat (11/10), untuk menyiasati pengetatan keuangan paling parah dalam beberapa tahun terakhir yang dihadapi oleh organisasi global tersebut.

PBB bekerja dengan dana keanggotaan yang ditagih kepada 193 negara anggota setiap tahun.

"Ini bukan krisis anggaran, melainkan krisis cash-flow. PBB bergantung pada kedispilinan negara anggota dalam memenuhi kewajiban mereka," ujar sekretaris jenderal untuk urusan strategi manajemen, kebijakan dan kepatuhan, Catherine Pollard dalam konferensi pers, dikutip melalui The New York Times, Minggu (13/10).

Hal ini disampaikan Pollard sehari setelah Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengirimkan surat kepada seluruh kepala bagian, kantor dan misi politik khusus mengenai keseriusan masalah ini.

Dalam surat tersebut, dia menyampaikan aturan penghematan mulai berlaku pada Senin (14/10), dan akan mempengaruhi kegiatan bekerja dan operasional sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Anggaran PBB sebesar US$2,87 miliar untuk 2020, dengan saldo US$1,3 miliar yang masih terhutang untuk anggaran tahun ini.

Saat Guterres menyampaikan anggaran tersebut, dia menyebutnya sebagai krisis keuangan yang parah dan memperingatkan bahwa PBB kemungkinan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan payroll dan tagihannya, kecuali uang yang belum dibayarkan segera diterima.

KOMENTAR TRUMP

Presiden AS Donald Trump, yang sering meremehkan PBB dan mengeluhkan jumlah uang yang harus dibayarkan AS, tidak menyatakan simpati terhadap pengumuman dari Guterres.

"Buat semua negara anggota membayar, bukan hanya Amerika Serikat!," katanya melalui Twitter.

Amerika Serikat adalah donor tunggal terbesar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, memasok sekitar 22% dari anggaran regulernya dan 28% dari anggaran yang dihitung secara terpisah untuk operasi penjagaan perdamaian.

Amerika Serikat juga merupakan debitor terbesar organisasi internasional tersebut.

Chandramouli Ramanathan, pengendali dan asisten sekretaris jenderal untuk perencanaan program, keuangan dan anggaran, mengatakan Amerika Serikat berhutang US$674 juta untuk tahun berjalan dan US$381 juta untuk tahun-tahun sebelumnya.

Dia juga mengatakan Amerika Serikat biasanya cenderung membayar kewajibannya menjelang akhir tahun.

"Tujuh negara, AS, Brasil, Argentina, Meksiko, Iran, Israel, dan Venezuela masih memiliki kewajiban sekitar 97% dari total anggaran yang belum terbayar," ujar Ramanathan.

Tidak seperti negara yang dapat meminjam uang di pasar modal global dengan menerbitkan obligasi, PBB tidak memiliki otoritas seperti itu.

Jadi bukan hal yang aneh bagi pejabat anggaran organisasi untuk mengungkapkan kekhawatiran ketika mereka melihat pengeluaran mereka melebihi pendapatan, yang sering terjadi pada kuartal terakhir tahun kalender.

Menurut Ramanathan, selama beberapa dekade terakhir, negara-negara yang sebelumnya selalu membayar tagihan tepat waktu kini semakin sering menunda pembayaran.

“Setiap tahun, defisit yang kita alami terjadi di awal tahun, bertahan lebih lama dan menjadi lebih parah," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper