Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri Indonesia mengonfirmasi empat warga negara Indonesia (WNI) ditahan oleh otoritas Singapura atas dugaan keterlibatan dalam kegiatan terkait dengan terorisme.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu Judha Nugraha mengatakan bahwa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura telah menerima informasi tersebut dari Kementerian Dalam Negeri Singapura (Ministry of Home Affairs - Internal Security Department). Keempat WNI yang ditangkap berinisial RH, TM, AA, dan SS.
"Keempat WNI/PMI ditangkap berdasarkan Internal Security Act karena dugaan keterlibatan dalam kegiatan radikal termasuk ikut mengirimkan sejumlah uang untuk mendukung kegiatan radikal," ujar Judha dalam pernyataan tertulisnya, Senin (23/9/2019).
Menindaklanjuti informasi tersebut, KBRI Singapura telah meminta akses kekonsuleran. Judha menuturkan KBRI telah menemui SS pada 13 September 2019.
Berdasarkan hasil penyelidikan, SS tidak memiliki hubungan aktif dengan jaringan terorisme sehingga ia telah dibebaskan dan langsung direpatriasi ke Indonesia pada 15 September 2019.
"Sedangkan RH, TM, dan AA telah dikunjungi KBRI Singapura di Penjara Changi pada 19 September 2019. Ketiganya diperlakukan baik, makan tiga kali sehari, dan diizinkan beribadah," kata Judha.
Dia menambahkan bahwa KBRI Singapura akan terus memantau kasus ini.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri Singapura menyatakan tiga WNI ditangkap dan diselidiki atas dugaan kegiatan pendanaan terorisme. Ketiganya (RH, TM, dan AA) bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Singapura selama 6 hingga 13 tahun. Ketiganya berkenalan satu sama lain ketika mereka teradikalisasi pada 2018.
AA dan RH pertama kali bertemu di sebuah pertemuan sosial di Singapura selama hari libur mereka, sementara TM terhubung dengan mereka di media sosial.
"Seiring waktu, mereka mengembangkan jaringan kontak online asing yang pro-militan, termasuk 'pacar online' yang berbagi ideologi pro-ISIS mereka," kata Kementerian Dalam Negeri Singapura.
Kementerian menyebutkan AA dan RH ingin berpergian ke Suriah dan bergabung dengan Islamic State (ISIS). AA mengatakan siap untuk mengangkat senjata bagi kelompok teror di Suriah dan menjadi pelaku bom bunuh diri, sementara RH bercita-cita untuk tinggal di antara pejuang ISIS di Suriah dan berpartisipasi dalam konflik di sana.
Kedua perempuan itu juga didorong oleh 'kontak online' mereka untuk bermigrasi ke Filipina selatan, Afghanistan atau Afrika untuk bergabung dengan kelompok pro-ISIS di daerah-daerah tersebut. Selain itu, mereka juga diduga menyumbangkan dana kepada entitas terkait aktivitas terorisme yang berbasis di luar negeri, seperti untuk mendukung kegiatan ISIS dan afiliasi ISIS yang berbasis di Indonesia, Jemaah Anshorut Daulah (JAD).
Sejak 2015, otoritas Singapura telah mendeteksi sebanyak 19 pekerja rumah tangga asing yang teradikalisasi, termasuk RH, TM, dan AA.
"Tidak satu pun dari mereka diketahui memiliki rencana untuk melakukan tindakan kekerasan di Singapura, tetapi radikalisasi dan hubungan mereka dengan teroris di luar negeri telah menjadikan mereka ancaman keamanan bagi Singapura," kata Kementerian.