Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terganjal Definisi, RUU Pesantren Terancam Gagal Disahkan Tahun Ini

Muhammadiyah dan beberapa ormas Islam lainnya meminta penundaan pengesahan karena menganggap definisi pesantren yang disebutkan di dalam RUU tersebut tidak mengakomodasi semua jenis pesantren yang ada.
Ilustrasi-Seorang santri berada di samping meteran gas jaringan gas bumi rumah tangga di sekitar Pondok Pesantren As-Salafiyah, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (8/1/2019)./ANTARA-Zabur Karuru
Ilustrasi-Seorang santri berada di samping meteran gas jaringan gas bumi rumah tangga di sekitar Pondok Pesantren As-Salafiyah, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (8/1/2019)./ANTARA-Zabur Karuru

Bisnis.com , JAKARTA, Center for Indonesian Policy Studies menyebut, pengesahan Rancangan Undang-Undang Pesantren terancam gagal dilakukan di akhir masa jabatan Dewan Perwakilan Daerah periode 2014-2019. 

Muhammadiyah dan beberapa ormas Islam lainnya meminta penundaan pengesahan karena menganggap definisi pesantren yang disebutkan di dalam RUU tersebut tidak mengakomodasi semua jenis pesantren yang ada.

Peneliti CIPS Nadia Fairuza Azzahra mengatakan hal substansial yang masih diperdebatkan terkait dengan nomenklatur definisi pesantren yang tercantum di RUU Pesantren.

Selama ini, definisi pesantren di Indonesia identik dengan karakteristik pesantren yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). Hal tersebut dapat dilihat melalui berbagai studi tentang pesantren, seperti karya-karya terkenal dari Clifford Geertz dan Martin van Bruinessen.

Akan tetapi, seiring dengan dinamisnya geliat pendidikan Islam di Indonesia, berbagai individu dan organisasi Islam di Indonesia mulai merintis pesantren yang memiliki model berbeda dengan pesantren NU. Beberapa di antaranya adalah pesantren yang didirikan oleh organisasi Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis).

“Beragamnya karakteristik pesantren inilah yang kemudian menyulitkan perumusan definisi pesantren yang ada di RUU. Sebaiknya, RUU Pesantren dapat mengakomodasi bentuk-bentuk pesantren yang sudah ada di Indonesia jauh sebelum pembentukan RUU ini. Jika tidak, maka pesantren-pesantren tersebut, yang juga berkontribusi dalam mencerdaskan anak bangsa, akan semakin termarjinalkan, atau lebih buruk, tidak diakui dalam skema pendidikan nasional,” kata Nadia dalam siaran pers yang diterima oleh Bisnis.com, Jumat (20/9/2019).

Nadia menambahkan, jika memang RUU Pesantren ingin disahkan dalam waktu dekat, sebaiknya DPR dan pemerintah dapat menyikapi secara bijak dan memaksimalkan waktu yang tersisa untuk berdialog dengan perwakilan dari pesantren maupun organisasi-organisasi Islam supaya mencapai konsensus.

Selain itu, posisi RUU Pesantren ini harus disingkronisasi lebih lanjut, terutama dengan Undang-Undang (UU) No. 23/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjadi tulang punggung dari berbagai peraturan pendidikan yang ada di Indonesia. Jika tidak, akan terjadi “kebingungan” terkait dengan posisi pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan.

RUU Pesantren diperlukan untuk mempertegas posisi skema pendidikan nasional. Jiika RUU tersebut disahkan, maka pesantren akan dianggap setara dengan sekolah umm lainnya, termasuk dalam menerima dana dari pemerintah sama seperti sekolah umum.

Selama ini, pesantren hanya memperoleh dana dari pemerintah berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pesantren dan dana hibah yang tidak rutin. BOS Pesantren pun hanya diberikan untuk Pesantren yang menyelenggarakan kurikulum nasional. Ketentuan ini menyebabkan banyak pesantren yang luput dari pendanaan pemerintah.

“Berdasarkan penelitian dari CIPS, BOS Pesantren hanya menutupi 7% dari seluruh pengeluaran pesantren. Oleh karena itu, BOS pesantren bukanlah bantuan yang diandalkan sebagai sumber utama pendanaan pesantren. Di sisi lain, juga harus dikaji dari sisi pengakuan negara terhadap lulusan pesantren yang harus sama dengan lulusan sekolah umum,” papar Nadia.

Lebih lanjut Nadia menjelaskan, akan ada perubahan lanskap anggaran dalam sistem pendidikan nasional kalau RUU ini disahkan. Pesantren di Indonesia akan memperoleh kenaikan anggaran yang bersumber dari 20 persen alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. 

Selain itu, dengan tersedianya payung hukum, pemerintah daerah dapat menganggarkan dana yang dapat dialokasikan untuk pesantren-pesantren yang terdapat di daerah mereka. Guru-guru pesantren pun diperkirakan akan terkena imbas positif terkait kesejahteraan mereka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper