Bisnis.com, JAKARTA -- Wina, ibu kota Austria yang dikenal sebagai kota musik ini kembali didapuk sebagai kota yang paling nyaman untuk ditinggali untuk kedua kalinya.
Berdasarkan indeks tahunan yang disusun oleh Economist Intelligence Unit, Austria mendapatkan skor nyaris sempurna, sebesar 99,1 dari 100, yang mengacu pada lima indikator yakni stabilitas, layanan kesehatan, budaya dan lingkungan, pendidikan, serta infrastruktur.
Setelah Wina, Melbourne berada pada posisi kedua, disusul oleh Sydney dan Osaka. Peringkat 10 teratas didominasi dengan kota-kota di Australia, Kanada, dan Jepang.
Di sisi lain, tingginya tingkat kriminal dan infrastruktur yang kurang mendukung membuat kota-kota besar seperti London, New York, dan Paris bergeser semakin jauh ke peringkat terendah.
"Secara keseluruhan, skor sudah naik sejak tahun lalu. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, kini ada 27 kota yang menjadi lebih layak ditinggali berdasarkan penghitungan EIU, sedangkan 15 kota lainnya mengalami penurunan skor," tulis laporan EIU seperti dikutip melalui The Economics, Rabu (11/9/2019).
Peningkatan terbesar dicapai oleh San Juan, ibu kota Puerto Rico, yang naik 20 peringkat ke urutan ke-69 berkat investasi di bidang layanan kesehatan dan infrastruktur setelah kehancuran yang ditimbulkan oleh Badai Irma dan Maria pada tahun 2017.
Sydney, satu-satunya kota yang berhasil mendaki ke kategori sepuluh besar, naik dua peringkat berkat peningkatan skor lingkungannya.
Ibu kota negara bagian New South Wales ini telah bekerja untuk memerangi dampak perubahan iklim, yang diuraikan dalam strategi “Sustainable Sydney 2030”.
Sebaliknya, polusi udara yang memburuk menyebabkan New Delhi turun enam peringkat ke posisi 118 dan Kairo jatuh dua peringkat ke peringkat 125.
“Secara umum, indeks kami tetap didominasi oleh kota-kota berukuran sedang di negara-negara kaya,” seperti dikutip melalui laporan tersebut.
EIU merunjuk pada pendidikan berkualitas tinggi, layanan kesehatan publik yang didanai dengan baik, dan sistem transportasi fungsional sebagai penentu kenyamanan kota.
Kota-kota ini, dengan populasi yang jumlahnya mulai dari 1 juta hingga 3 juta jiwa, berada di posisi yang tepat, yakni di antara titik kota berpopulasi padat dan kota yang kurang berkembang.
Menurut Direktur EIU Kawasan Asia Duncan Innes-Ker, kota-kota ternyaman ini memiliki nilai lebih dari segi keberagaman budaya, serta akses kesehatan dan pendidikan yang baik.
"Mereka yang tinggal di kota paling nyaman ini tidak mengalami fenomena yang cenderung terjadi di kota besar seperti kemacetan lalu lintas, masalah kejahatan hingga perselisihan antar masyarakat," ujarnya seperti dikutip melalui Bloomberg.
Pusat keuangan London berada pada peringkat ke-48 sementara New York di posisi ke-58, tertinggal dari pesaing domestik lainnya.
Hong Kong dan Singapura bernasib lebih baik masing-masing berada di urutan 38 dan 40.
Meski demikian, peringkat Hong Kong diabaikan untuk saat ini bersamaan dengan kerusuhan politik yang terjadi baru-baru ini, perubahan kemungkinan baru akan muncul pada indeks tahun depan.
"Saya pikir mungkin peringkat Hong Kong akan sangat jatuh," kata Innes-Ker.
Untuk menilai kondisi kehidupan, para penyusun indeks ini memeriksa kualitas layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, stabilitas, dan budaya.
Setiap kota dinilai berdasarkan lebih dari 30 faktor, yang kemudian dikompilasi menjadi skor tertimbang antara 1 dan 100.
Dalam indeks ini tidak ada kota-kota di Amerika Serikat yang masuk ke peringkat yang lebih tinggi dari 22, di mana Honolulu didapuk sebagai kota yang berkinerja paling baik.
Sebagian besar kota-kota yang turun peringkat, seperti New Delhi dan Kairo memiliki skor yang rendah akibat memburuknya polusi di lokasi teresbut.
Di bagian terbawah indeks ini ada Dhaka, Laos, serta Damaskus, ibukota Suriah yang porak-poranda akibat perang yang bertahan di urutan terakhir selama tujuh tahun terakhir.