Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonomi Jepang tumbuh pada kecepatan yang lebih lambat dari yang diperkirakan pada kuartal kedua ketika perang perdagangan AS-China mendorong belanja bisnis menjadi lebih rendah dan mengintensifkan seruan agar bank sentral segera memperdalam stimulus bulan ini.
Pelemahan pada ekonomi global dan proteksionisme perdagangan telah menyebabkan tumbuhnya risiko ekspansi dan menambahkan beberapa tekanan bagi Bank Sentral Jepang (BOJ) untuk merilis stimulus pada pertemuan pekan depan.
Ekonomi Jepang pada kuartal kedua tumbuh sebesar 1,3% secara tahunan.
Kantor Kabinet Jepang merevisi data pertumbuhan dari pembacaan awal yang mencapai 1,8% secara tahunan untuk kuartal kedua.
Pembacaan ini sejalan dengan perkiraan median ekonom yang memproyeksikan pertumbuhan pada kisaran 1,3%.
Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, ekonomi Jepang tumbuh sebesar 0,3%, lebih rendah dari pembacaan awal yang menunjukkan pertumbuhan 0,4% secara kuartalan.
"Ada kemungkinan pertumbuhan berubah negatif pada kuartal keempat," ujar Kepala Ekonom Totan Research Izuru Kato, seperti dikutip melalui Reuters, Senin (9/9/2019).
Menurut Kato, jika kekhawatiran terhadap pertumbuhan terus meningkat selama beberapa bulan ke depan, maka BOJ harus segera mempertimbangkan untuk memangkas suku bunga acuan mencapai angka negatif.
Pada saat yang sama, belanja modal naik hanya 0,2% dari kuartal sebelumnya, jauh lebih rendah dari 1,5% pada pembacaan awal dan 0,7% dari proyeksi median.
Penurunan peringkat belanja modal itu disebabkan pencantuman hasil survei sisi-permintaan capex dalam data PDB yang direvisi, yang tidak diperhitungkan dalam angka-angka awal sehingga menunjukkan kelemahan di sektor ini.
Stefan Angrick, ekonom senior di Oxford Economics, mengatakan produsen mengurangi belanja pada kuartal ini di tengah eskalasi friksi perdagangan AS dan China.
"Sementara investasi oleh non-produsen, terutama yang terkait dengan perangkat lunak, mempertahankan pertumbuhan yang kuat, itu tidak cukup untuk sepenuhnya mengimbangi berkurangnya pengeluaran oleh produsen," kata Angrick dalam sebuah catatan.
Konsumsi swasta, yang menyumbang sekitar 60% dari produk domestik bruto, naik 0,6% dari 3 bulan sebelumnya, sesuai dengan pembacaan awal.
Ekspor bersih, ekspor dikurangi impor, terkontraksi 0,3 poin persentase dari pertumbuhan PDB yang direvisi, menandakan ekonomi tengah mengalami efek perlambatan pertumbuhan global.