Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang senilai Rp130 juta dari rumah Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta, Aki Lukman Nor Hakim.
Penyitaan tersebut menyusul serangkaian penggeledahan di Yogyakarta dan Solo dalam dua hari ini terkait dengan dugaan suap lelang proyek pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta tahun 2019.
"Uang ini kami duga masih terkait dengan proyek yang ada di dinas tersebut, dan juga ada dokumen dan barang bukti elektronik yang diamankan" ujar Febri, Kamis (22/8/2019).
Febri mengatakan penyitaan barang bukti elektronik juga dilakukan usai menggeledah kantor dnas PUPKP dan Balai Layanan Pengadaan Kota Jogja.
Selain itu, tim turut menggeledah dua perusahaan swasta PT Mataram Mandiri dan PT Kusuma Chandra, dan juga kantor PU bidang SDA Yogyakarta serta kantor PT Widorokandang, Surakarta.
"Kami menyita sejumlah dokumen dokumen proyek yang ditangani oleh dua perusahaan tersebut," katanya.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga tersangka yaitu Jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang juga anggota TP4D, Eka Safitra; Jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta Satriawan Sulaksono; dan Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana.
Jaksa tersebut diduga akan menerima komitmen fee sebesar 5% atau Rp415 juta dari nilai proyek, yang telah dimenangkan oleh PT Widorokandang sebagai pemenang lelang yang telah diatur dengan nilai kontrak Rp8,3 miliar.
Adapun uang suap yang sudah diterima adalah sebesar Rp221.740.000 secara tiga tahap, masing-masing Rp10 juta pada 16 April 2019; Rp100.870.000 pada 15 Juni 2019, dan Rp110.870.000 pada 19 Agustus 2019.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan mulanya Dinas PUPKP Kota Yogyakarta melaksanakan lelang pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo Yogyakarta, dengan pagu anggaran sebesar 10,89 miliar pada tahun anggaran 2019.
Proyek infrastruktur tersebut dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang salah satu anggotanya adalah tersangka Eka Safitra. Eka memiliki kenalan sesama jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta, yaitu Satriawan Sulaksono.
Satriawan kemudian mengenalkan Eka kepada Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri Gabriella Yuan yaitu pihak yang akan mengikuti lelang proyek di Dinas PUPKP.
Mereka berdua lantas berkongkalikong agar perusahaan Gabriella dapat memenangkan proyek. Dalam pembahasan ini, turut diikuti Direktur Manira Arta, Novi Hartono serta Komisaris berinisial NAB.
Hal tersebut dilakukan antara lain dengan cara menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti lelang, besaran harga perkiraan sendiri (HPS), maupun besaran harga penawaran yang disesuaikan denga spesifikasi/persyaratan yang dimiliki oleh perusahaan milik tersangka Gabriella.
"Selain itu ditentukan juga berapa perusahaan yang akan digunakan untuk mengikuti lelang," kata Alex dalam konferensi pers, Selasa (20/8/2019).
Jaksa Eka selaku tim TP4D kemudian mengarahkan Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPKP Yogyakarta Aki Lukman Nor Hakim untuk menyusun dokumen lelang dengan memasukkan syarat harus adanya Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan penyediaan Tenaga Ahli K3.
Eka mengarahkan masuknya syarat tersebut untuk membatasi jumlah perusahaan yang dapat mengikuti lelang, sehingga perusahaan Gabriella bisa memenuhi syarat dan memenangkan lelang.
Gabriella, Novi Hartono, dan seorang berinisial NAA kemudian menggunakan bendera perusahaan lain yaitu PT Widoro Kandang (PT WK) dan PT Paku Bumi Manunggal Sejati (PT PBMS) untuk mengikuti lelang proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.
"Penawaran yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan GYA mendapat peringkat 1 dan 3 pada penilaian lelang" kata Alex.
Selanjutnya, pada 29 Mei 2019, PT WK diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp8,3 miliar.
Alex mengatakan dari realisasi suap, sisa fee 2% direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019.
Atas perbuatannya, Jaksa Eka dan Satriawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun diduga pihak pemberi Gabriella disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.