Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini telah mengidentifikasi aliran suap senilai Rp100 miliar ke sejumlah pihak.
Hal tersebut menyusul pemeriksaan saksi terhadap Senior Manager Head Office Accounting Garuda Indonesia, Norma Aulia untuk tersangka mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno
Saksi tersebut diperiksa terkait penyidikan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan total nilai suap yang mengalir pada sejumlah pihak termasuk Hadinoto yang telah teridentifikasi sampai saat ini adalah sekitar Rp100 miliar. Artinya, masih ada pihak lain yang turut terciprat uang suap dari kasus ini.
"[Uang suap] dalam bentuk berbagai mata uang, mulai dari rupiah, dolar Amerika Serikat, euro, dan dolar Singapura," ujar Febri, Senin (19/8/2019).
Selain itu, penyidik juga turut mendalami terkait dengan proses lelang dalam pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Baca Juga
Febri mengatakan bahwa dalam kasus ini KPK juga mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
Dalam pengembangan perkara kasus suap Garuda, KPK juga menetapkan mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka TPPU.
KPK sebelumnya menemukan fakta yang signifikan bahwa aliran dana yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah Satar dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan juga dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008—2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.
Kontrak itu yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, US$680.000 dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
Adapun untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi US$2,3 juta dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Rumah, apartemen dan rekening tersebut sejauh ini sudah disita KPK atas bantuan komisi antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau, dan Serious Fraud Office, asal Inggris.
Dalam pengembangan kasus ini, diduga juga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda.