Bisnis.com, JAKARTA – H Infrastructure Limited (HIL) perusahaan konstruksi terbesar di Selandia Baru melayangkan surat teguran (somasi) kepada PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) terkait pekerjaan engineering, procurement, and constructions (EPC) proyek sistem pengumpulan uap dan pembangkit listrik 1 x 30 MW di Karaha, Jawa Barat.
Somasi tersebut telah dilayangkan dua kali, yakni pada 24 Mei 2019 dan 13 Agustus 2019.
Dalam keterangan pers, Anthony Hutapea dari kantor hukum Anthony L.P. Hutapea & Partners, selaku kuasa hukum HIL, menyatakan surat somasi tersebut diajukan sebagai tindak lanjut upaya mendapatkan hak HIL yang telah tercederai berdasarkan perjanjian operasi (joint operation agreement/JOA) antara HIL dengan BCK pada 29 Januari 2015.
JOA tersebut dibuat sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan engineering, procurement and constructions (EPC) dari proyek sistem pengumpulan uap dan pembangkit listrik bertenaga 1x30MW di Karaha, Jawa Barat, berdasarkan penunjukan PT Pertamina Geothermal Energy.
Proyek Karaha pada kenyataannya tidak berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan oleh karena BCK selaku salah satu pihak dalam kerja sama operasi tersebut tidak melaksanakan bagian dari pekerjaannya dengan profesional, termasuk dengan tidak menyetorkan modal partisipasi sebesar US$2,59 juta sebagaimana diatur dalam JOA.
Selain itu, BCK juga tidak berpartisipasi secara penuh dalam pelunasan pembayaran tagihan-tagihan dari pihak ketiga kepada kerja sama operasi tersebut.
Terhadap situasi tersebut, HIL telah mengeluarkan beberapa surat teguran kepada BCK atas kewajibannya dan kerugian yang timbul atas tidak terpenuhinya kewajiban dan kegagalan BCK untuk membayar utang kepada HIL.
“Terhitung kerugian yang timbul akibat tidak terpenuhinya kewajiban BCK hingga saat ini adalah sebesar US$7,51 juta,” ungkapnya.
Dalam somasi tersebut juga diingatkan bahwa BCK harus melakukan pembayaran kerugian tersebut di atas dalam waktu 7 hari sejak tanggal somasi kedua diserahkan.
Selain itu, bahwa upaya hukum terus dilakukan untuk mendapatkan hak HIL atas sejumlah uang yang telah dikeluarkan sebagai akibat dari kelalaian BCK dalam melaksanakan kewajibannya.
“Kami menimbang untuk mengajukan pailit terhadap BCK apabila tidak merespons somasi ini,” ujar Anthony.
Pada skala yang lebih besar, perjanjian kerja sama yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya ini dapat mencederai iklim investasi di Indonesia, terutama dikaitkan dengan upaya mengundang investor asing untuk menanamkan investasinya dalam berbagai sektor bisnis di Indonesia.
Pertumbuhan investasi asing di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hendaknya hal ini menjadi perhatian para pemangku kepentingan dalam upaya menjaga iklim investasi yang possitif dan dapat mengangkat terus perekonomian Indonesia di mata dunia.
“Secara tidak langsung kami juga mengimbau agar para pihak terkait, publik, Bursa Efek Indonesia, instansi pemerintah, dan pejabat berwenang lainnya, dapat memahami kasus posisi ini demi kepentingan substansial iklim investasi kita,” tegasnya.