Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Diminta Jaga Kredibilitas dengan Tidak menyelidiki Serampangan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diharapkan tetap menjaga kredibilitas dan marwah lembaga itu dengan cara tidak melakukan penyelidikan yang serampangan.
Karyawati menerima telepon di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta/Bisnis-Himawan L Nugraha
Karyawati menerima telepon di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta/Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diharapkan tetap menjaga kredibilitas dan marwah lembaga itu dengan cara tidak melakukan penyelidikan yang serampangan.

Pasalnya, penyelidikan yang dinilai oleh sebagian pengamat, serampangan menghasilkan putusan tidak bersalah pada persidangan baik pada tingkat KPPU, keberatan pada pengadilan negeri maupun kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Tidak sedikit perkara yang dibawa ke persidangan berakhir dengan putusan tidak bersalah oleh majelis hakim. Contoh kasus terbaru, pada 29 Juli 2019, majelis komisi KPPU yang terdiri dari Dinni Melanie, Yudi Hidayat dan Guntur Syahputra Saragih memutuskan para terlapor yakni PT Garindo Sejahtera Abadi, PT Susanti Megah, PT Niaga Garam Cemerlang, PT Unicem Candi Indonesia, PT Cheetham Garam Indonesia, PT Budiono Madura Bangun Persada, serta PT Sumatraco Langgeng Makmur, tidak bersalah.

Para investigator sebelumnya menuding mereka yang merupakan importir garam industri aneka pangan, pada 2015 menyepakati alokasi impor garam tiap perusahaan kemudian mengajukan izin ke Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Pengajuan ini, menurut investigator didasarkan pada stok garam yang menipis dan mendekati ramadan.

Pengajuan bersama-sama dan didahului kesepakatan alokasi tidak sejalan dengan Permendag No 58/2012 karena berdasarkan aturan itu, tiap perusahaan mengajukan sendiri-sendiri kebutuhannya. Kesepakatan itu diduga untuk mengatur produksi garam industri aneka pangan sehingga bisa mengatrol harga jual.

Akan tetapi, dalam putusannya, majelis menilai bahwa kelangkaan pasokan garam diakibatkan oleh terlambatnya izin impor yang baru terbit pada paruh kedua 2015. Karena itu, majelis memutuskan bahwa para terlapor tidak terbukti melakukan kartel sebagaimana yang dituduhkan oleh investigator.

Sedikit mundur ke belakang, pada Juni 2019 pun majelis komisi KPPU memutuskan bahwa para terlapor perkara dugaan persekongkolan proyek pembangunan dan pengoperasioan transmisi Kalija I Kepodang-Tambak Lorok Semarang dinyatakan tidak bersalah.

Adapun para terlapor meliputi PT PGAS Solution sebagai terlapor 1, Sapura Offshore, Sdn. Bhd selaku terlapor 2 dan PT Encona Inti Industri yang menjadi terlapor 3.

Berdasarkan fakta persidangan, majelis yang terdiri dari Kodrat Wibowo, Ukay Karyadi dan Affif Hasbullah menyatakan seluruh dugaan tindakan persekongkolan yang dilakukan oleh para terlapor dalam rangka pengaturan pemenang tender pada proses pra tender, proses evaluasi tender, tahap penetapan pemenang, dan tahap penandatanganan kontrak pada perkara a quo tidak terbukti.

Malahan, majelis menilai selama proses pembuktian di dalam persidangan, perkara tersebut, bukan tentang proyek EPC Kalija I senilai US$97.5 juta atau setara dengan Rp1,2 triliun, namun tentang proyek sewa kapal yang nilainya tidak sebesar objek perkara a quo.

Terkadang, beberapa perkara yang pada tingkat persidangan di KPPU dinyatakan bersalah, justru dianulir oleh pengadilan yang lebih tinggi seperti pengadilan negeri dan MA. Hal ini bisa dilihat pada contoh perkara pengafkiran dini ayam potong yang menyasar PT Charoend Pokhphand Indonesia Tbk, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Malindo Feedmill Tbk, PT CJ-PIA, PT Taat Indah Bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, PT Hybro Indonesia, PT Wonokoyo Jaya Corporindo, CV Missouri, PT Reza Perkasa, dan PT Satwa Borneo Jaya.

Pada persidangan di KPPU, pada Juni 2015, komisi menyatakan bahwa para terlapor terbukti bersalah karena melakukan perjanjian parent stock dan dihukum dendan Rp25 juta hingga Rp1,2 miliar. Akan tetapi, putusan ini kemudian dianulir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan kasasi MA pengakfiran dini terhadap ternak ayam potong bukan merupakan hasil kesepakatan atau perjanjian para termohon sebagaimana Pasal 1 angka 7 UU No.5/1999.

Pengakfiran itu dinilai oleh majelis merupakan perintah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang mengandung sanksi jika tidak dilaksanakan oleh para terlapor. Sesuai regulasi, pelaku usaha memang tidak boleh dikenakan sanksi jika apa yang dilakukan oleh mereka merupakan perintah dari pemerintah.

Dalam perkara yang melibatkan Perusahaan Gas Negara (PGN) pada 2017, komisi menyatakan bahwa BUMN itu menetapkan harga yang berlebihan atau excessive price tanpa mempertimbangkan kemampuan daya beli konsumen dalam negeri ketika menetapkan kenaikan harga gas di Medan, Sumatra Utara, dalam rentang waktu Agustus-November 2015.

Atas putusan tersebut, PGN kemudian mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang pada Februari 2018 memutuskan bahwa BUMN tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan tidak bersalah. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh MA dalam kasasi pada 1999.

Setelah menimbang berbagai alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi maupun termohon dalam kontra memorinya, majelis berpendapat bahwa alasan-alasan KPPU tidak dapat dibenarkan, karena setelah membaca dan meneliti memori kasasi dan kontra memori kasasi tanggal serta dihubungkan dengan pertimbangan hukum judex facti atau Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang membatalkan putusan KPPU, PT PGN dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 17 UU No.5/1999.

Pengadilan Negeri Jakarta Barat, tutur majelis, memberikan pertimbangan yang cukup, karena berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah No. 30/2009 tentang Perubahan sebagai Peraturan Pemerintah No.36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur oleh Pemerintah.

Dengan demikian, majelis menyatakan bahwa kegiatan PT PGN yang menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa area Medan pada Agustus 2015 sampai dengan bulan November 2015 merupakan objek yang dikecualikan sebagaimana maksud Pasal 50 huruf a UU No.5/1999. Dengan demikian, PGN menurut majelis tidak melanggar Pasal 17 UU yang sama.

Selain perkara-perkara di atas, berdasarkan penelusuran Bisnis, masih ada beberapa perkara lain yang diputuskan tidak bersalah oleh majelis komisi seperti perkara keterlambatan pelaporan akuisisi saham dengan terlapor Axioo, atau tender empat paket proyek di Provinsi Banten pada 2015 dengan terlapor beberapa BUMN karya.

Suka tidak suka, kita tidak bisa menghindari untuk melihat kapan perkara-perkara itu mulai diselidiki. Berdasarkan temuan Bisnis, sebagian besar perkara-perkara yang para terlapornya diputuskan tidak bersalah merupakan warisan dari periode komisioner sebelumnya terhitung mulai 2014 hingga 2017, meski sebagian diputus pada 2018.

M.Yahdi Salampessy, praktisi hukum yang beberapa kali berperkara di KPPU mengakui bahwa periode 2014 hingga 2017, banyak perkara yang diajukan ke persidangan namun memiliki daya pembuktian yang lemah sehingga dimentahkan oleh majelis.

Pria asal Maluku ini setidaknya pernah dua kali mendampingi klien yakni PT PGAS Solutuon dalam perkara pembangunan dan pengoperasioan transmisi Kalija I Kepodang-Tambak Lorok Semarang dan PGN dalam perkara harga gas di Medan. Kedua perkara itu berakhir manis baginya setelah majelis menyatakan para kliennya tidak bersalah.

Menurutnya, nampak bahwa para investigator tergesa-gesa dengan data seadanya untuk mengajukan para terlapor ke persidangan sehingga berujung pada putusan tidak bersalah oleh majelis.

Mereka [investigator] bilang ya sudah kita buktikan saja di persidangan. Ya tidak bisa seperti itu. Persidangan itu bukan tempat bermain-main. Kalau tidak ada bukti yang kuat, jangan dibawa ke persidangan. Hal seperti ini menjadikan KPPU tidak kredibel,” ujarnya, Jumat (2/8/2019).

Karena itu, dia berharap para komisioner KPPU saat ini tidak mengulang kecerobohan pendahulu mereka sehingga mampu mengembalikan marwah dan kredibilitas KPPU, dengan salah satu indikatornya adalah menggelar persidangan perkara yang benar-benar memiliki bukti yang kuat.

Bagimana cara komisioner sekarang menjaga kredibilitas itu? Juru Bicara KPPU, Guntur Saragih bahwa pihaknya memiliki mekanisme kontrol pada setiap rapat komisioner (rakom) saban Senin. Mekanisme ini sering disebut oleh institusi penegak hukum sebagai gelar perkara. Dalam rapat itu, investigator memaparkan perkembangan investigasi sehingga dinilai oleh para komisioner sebelum memutuskan masa depan investigasi tersebut.

Mekamisne lainnya, perdasarkan Peraturan Komisi (Perkom) No.1/2019, ada pemisahan investigator pelaksana investigasi dengan investigator persidangan. Makenisme ini mirip dengan mekanisme penyidik dan penuntut pada tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, investigator persidangan akan memberikan panduan kepada investigator pelaksana penyeldikan, mana bukti yang perlu diperkuat sebelum dibawa ke persidangan.

Selain itu, adapula mekanisme lain yakni para komisioner yang melakukan supervisi atas sebuah perkara, tidak akan ditempatkan sebagai majelis komisi pada persidangan perkara tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga independensi selama persidangan.

Setelah semua mekanisme ini berjalan, akankah ke depan masih ada perkara-perkara persaingan usaha yang bakal diputus tidak bersalah oleh KPPU, pengadilan negeri maupun MA?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper