Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum menilai politikus Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo terlambat mengajukan permohonan sengketa hasil Pileg 2019. Oleh karena itu, KPU berpandangan Mahkamah Konstitusi harus mementahkan gugatan calon anggota DPR tersebut.
Absar Kartabrata, kuasa hukum KPU, menjelaskan bahwa permohonan awal Gerindra diajukan ke MK pada 23 Mei 2019. Gugatan tersebut hanya menyoal pemilihan anggota DPR di Dapil DKI Jakarta II dan pemilihan anggota DPRD DKI Jakarta di Dapil DKI Jakarta VI dan VII.
Ketika memperbaiki permohonan pada 31 Mei 2019, Gerindra tidak hanya merevisi gugatannya, tetapi juga menambahkan permohonan atas nama Rahayu yang mempersoalkan pemilihan anggota DPR Dapil DKI Jakarta III. Menurut Absar, permohonan Rahayu merupakan permohonan baru yang semestinya didaftarkan sebelum 24 Mei 2019 pukul 01.45 WIB.
“Tenggang waktu sudah lewat karena ditambahkan dapil yang tidak ada sebelumnya,” ujarnya dalam sidang sengketa hasil Pileg 2019 di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Dengan alasan kedaluwarsa, Absar meminta MK tidak menerima permohonan Rahayu. Apalagi, menurut dia, keponakan Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto tersebut tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan yang merupakan hak parpol.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta Muhammad Jufri menambahkan bahwa tidak ada keberatan dari Rahayu dan Gerindra saat proses rekapitulasi hasil penghitungan suara berjenjang. Berdasarkan pengawasan jajaran Bawaslu, suara pemohon serupa dengan versi KPU.
Baca Juga
Dalam persidangan pendahuluan pekan lalu, Dwi Putri Cahyawati, kuasa hukum Rahayu, mengatakan permohonan kliennya dimasukkan bersama-sama dengan perbaikan permohonan Gerindra. Pada permohonan awal, Gerindra tidak menyoal Dapil DKI Jakarta III.
Dia beralasan, penyisipan gugatan Rahayu dibolehkan sebagai bagian materi tambahan perbaikan permohonan Gerindra. Apalagi, langkah Rahayu telah mendapatkan persetujuan tertulis dari DPP Gerindra.
“Kami anggap tambahan itu satu kesatuan, jadi bisa menyusul kan,” katanya.
Menanggapi pengakuan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat membantah permohonan Rahayu masuk bersamaan dengan perbaikan Gerindra. Menurutnya, Gerindra menyampaikan perbaikan pada 31 Mei pukul 03.25 WIB, sedangkan permohonan Rahayu disetorkan pada 31 Mei pukul 18.56 WIB.
“Ini kayak bukan perbaikan tapi tambahan. Yang jadi masalah tenggang waktunya kalau begitu” tutur Arief.
Meski demikian, Arief tetap mengizinkan kuasa hukum membacakan materi permohonan Rahayu yang ternyata pula berisi perubahan klaim perolehan suara. Dewi pun memasrahkan nasib gugatan kliennya apakah akan dipertimbangkan oleh MK atau tidak.
“Itu tergantung kebijakan Mahkamah. Kami serahkan kepada Yang Mulia saja,” kata Dewi.
Di Dapil DKI Jakarta III, KPU menetapkan Gerindra mengumpulkan 344.131 suara atau nomor dua di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Bila menggunakan konversi suara ke kursi berbasis metode Sainte Lague, Gerindra hanya kebagian jatah satu kursi DPR.
Kursi DPR itu diamankan oleh Kamrussamad yang tercatat sebagai caleg peraih suara terbanyak Gerindra dengan 83.562 suara. Dia mengungguli Rahayu yang hanya meraih 79.801 suara.
Dwi mengklaim Gerindra seharusnya meraup 373.687 suara, bukan 344.131 suara seperti ditetapkan KPU. Selain itu, menurut dia, Rahayu mestinya mengoleksi 83.959 suara atau bertambah 4.158 suara.
Jika klaim suara Gerindra dikabulkan MK, parpol nomor urut 2 itu berpotensi mendapatkan jatah dua kursi DPR di Dapil DKI Jakarta III.
Pada Pileg 2014, Gerindra mengamankan satu kursi DPR di Dapil DKI Jakarta III atas nama kakak kandung Rahayu, Aryo P.S. Djojohadikusumo. Namun, Aryo tidak lagi terdaftar sebagai caleg pada 2019 sehingga digantikan adiknya.
Saat ini, Rahayu yang memiliki nama beken Sara Djojohadikusumo itu masih duduk di DPR utusan Dapil Jawa Tengah IV.