Bisnis.com, JAKARTA - Anggapan bahwa pertumbuhan industri pariwisata berkorelasi dengan maraknya praktik tindak pidana perdagangan orang disangkal Kementerian Pariwisata.
Menurut Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar Guntur Sakti, hingga kini belum ada data yang menunjang hubungan tumbuhnya industri pariwisata dengan praktik perdagangan orang. Dia menganggap kejahatan perdagangan orang justru bisa terpelihara karena masifnya perkembangan teknologi informasi.
"Dari beberapa tulisan, ini lebih akibat dari masifnya perkembangan teknologi informasi dan media sosial. Mulainya dari kenalan di medsos dan lain-lain," kata Guntur kepada Bisnis, Rabu (10/7/2019).
Guntur menyebut orang rentan menjadi korban TPPO jika terjerat kemiskinan dan sulit mendapat pekerjaan. Dua masalah itu telah ada sebelum industri pariwisata di Indonesia berkembang.
Meski menampik hubungan tumbuhnya industri pariwisata dengan TPPO, Guntur menyebut selama ini Kemenpar telah melakukan sejumlah hal untuk mengatasi kejahatan transnasional itu.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendorong perkembangan industri pariwisata agar semakin banyak lapangan kerja terbuka. Kemenpar meyakini pertumbuhan pariwisata membawa dampak positif. Sehingga, lanjut Guntur, persoalan ekonomi yang menjadi permasalahan mendasar terjadinya human trafficking dapat teratasi.
"Dengan potensi sumber daya alam dan budaya yang tinggi, menjadi peluang yang besar bagi masyarakat untuk mengembangkan peluang di sektor pariwisata," kata Guntur.
Kedua, Kemenpar turut mensosialisasikan upaya perlindungan anak dan mewujudkan pariwisata ramah anak. Perlindungan anak dan pariwisata sudah diatur dalam pasal 76 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
Beleid itu mengatur sarana dan prasarana serta standar layanan yang harus memenuhi standar aman untuk anak, termasuk aman dari potensi kejahatan seksual, kecelakaan, dan perdagangan manusia.
Terakhir, Kemenpar disebut Guntur selalu aktif berkoordinasi dengan Kementerian atau Lembaga Negara untuk menangkal potensi terjadinya perdagangan orang. Koordinasi aktif di antaranya dilakukan dengan Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Imigrasi.