Bisnis.com, JAKARTA -- Tak sampai sepekan usai pemimpin kedua negara bertemu, Korea Utara menuduh AS terobsesi sanksi.
Hal itu disampaikan delegasi Korea Utara (Korut) untuk PBB pada Rabu (3/7/2019). Seperti dilansir BBC, Kamis (4/7), Washington juga dinilai berupaya untuk mengganggu situasi damai di Semenanjung Korea.
Pernyataan tersebut dilontarkan sebagai respons atas tuduhan AS bahwa Korut melanggar kuota impor minyak yang ditetapkan pada 2017 serta sebagai tanggapan atas surat bersama dari AS, Prancis, Jerman, dan Inggris kepada seluruh anggota PBB yang berisi seruan untuk melanjutkan sanksi terhadap Korut.
Surat itu disebut meminta seluruh negara anggota PBB untuk mengirim ekspatriat Korut pulang ke negaranya.
"Apa yang tidak bisa diabaikan adalah fakta bahwa surat bersama ini dikirim pada hari yang sama ketika Presiden AS Donald Trump mengeluarkan ajakan bertemu," demikian pernyataan Korut.
Hal itu dipandang menjadi indikasi bahwa AS makin bersikap bermusuhan terhadap Korut. Delegasi Korut meminta seluruh negara anggota PBB untuk tetap waspada atas upaya-upaya AS untuk mengacaukan suasana damai yang telah tercipta di Semenanjung Korea.
Baca Juga
Delegasi Korut menambahkan adalah hal yang cukup konyol bagi AS untuk melihat sanksi sebagai obat untuk semua masalah.
Pernyataan tersebut berbeda 180 derajat dari suasana pertemuan pemimpin Korut Kim Jong-un dengan Trump di Panmunjom, perbatasan Korut dan Korea Selatan (Korsel), pada Minggu (30/6). Pertemuan dadakan itu digelar setelah Trump mengundang Kim untuk bertemu usai dirinya menghadiri KTT G20 di Osaka, Jepang.
Keduanya melakukan pembicaraan tertutup selama sejam dan sepakat untuk melanjutkan negosiasi terkait denuklirisasi Korut. Pertemuan itu membuat Trump menjadi Presiden AS pertama yang mengunjungi Korut.