Bisnis.com, JAKARTA -- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal memeriksa pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, sebagai tersangka pada Jumat (28/6/2019).
Keduanya adalah tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Pasangan suami istri itu mangkir dari panggilan KPK.
Sebelumnya, jadwal pemeriksaan Sjamsul dan Itjih dijadwalkan digelar pada pukul 10.00 WIB. Namun, hingga kemarin malam tidak ada tanda-tanda kehadiran keduanya.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati mengatakan sampai Jumat (28/6) malam, tim penyidik belum memperoleh informasi terkait ketidakhadiran Sjamsul dan Itjih. Tidak ada surat atau keterangan apapun yang diterima KPK.
KPK juga memastikan telah mengirimkan surat panggilan kepada alamat yang dituju, masing-masing 1 alamat di Indonesia dan 4 alamat di Singapura mengingat Sjamsul disebut tengah tinggal di sana dengan status tinggal tetap.
Menurut Yuyuk, kedatangan keduanya sebetulnya menjadi kesempatan apabila ingin menyampaikan argumentasi bantahan-bantahan soal kasus BLBI dengan alat bukti yang valid.
Baca Juga
Di sisi lain, dia memastikan lembaga antirasuah akan memanggil kembali keduanya. Hanya saja, waktu pemanggilan ulang belum ditentukan.
"Pasti akan dijadwal ulang. Jadi nanti akan dipanggil lagi," ujar Yuyuk.
Sjamsul dan Itjih memang tidak pernah hadir memenuhi panggilan KPK saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Saat itu, KPK sudah mengirimkan 3 surat panggilan sebagai saksi, masing-masing pada Oktober 2018 sebanyak 2 kali dan 1 kali pada Desember 2018.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan akan lebih elegan bila pasangan suami istri itu memenuhi panggilan KPK. Dia mengungkapkan keterangan dari keduanya bisa diperdebatkan untuk memberikan kepastian.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko.
"Satu-satunya cara untuk mengklarifikasi semuanya adalah dengan memenuhi panggilan KPK," ucapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Sjamsul dalam perkara perdata, Otto Hasibuan, menuturkan Sjamsul telah melunasi kewajibannya untuk membayar Rp28,404 triliun dengan cara yang disepakati dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) pada 1999. Dengan demikian, seluruh kewajiban Sjamsul telah dibayar lunas sesuai surat release and discharge dari pemerintah pada Mei 1999.
Pada intinya, surat itu menerangkan pemerintah berjanji dan menjamin untuk tidak menuntut Sjamsul dalam bentuk apapun termasuk tidak melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan secara pidana sebagaimana ditegaskan dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2002.
Namun, KPK menyatakan kewajiban Sjamsul Nursalim tersebut belum sepenuhnya terselesaikan. Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan dalam proses penyidikan Sjamsul dan persidangan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, disebutkan masih ada kerugian negara senilai Rp4,58 triliun.
"Artinya, belum semua kewajiban diselesaikan sehingga kami punya tanggung jawab sesuai dengan bukti-bukti yang ada," paparnya, beberapa waktu lalu.
Penetapan Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan dari perkara Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis 15 tahun penjara.
Taipan Sjamsul Nursalim merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia yang memiliki banyak bisnis dengan berbagai lini bisnis. Salah satu perusahaan yang digerakannya adalah PT Gajah Tunggal Tbk.