Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum berencana melakukan upaya penahanan dan melimpahkan tersangka mantan Chief Legal Council and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan ke Pengadilan, kendati tiga tersangka lainnya sudah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Mukri mengungkapkan bahwa penyidik masih belum mengetahui peranan dari tersangka Genades Panjaitan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi pada Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar US$57 juta.
Mukri menjelaskan tim penyidik masih melengkapi alat bukti untuk melakukan upaya penahanan agar tersangka Genades Panjaitan bisa segera diadili seperti 3 tersangka lainnya yaitu mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero) Bayu Kristanto, mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan, dan mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan.
"Meskipun status sudah tersangka, tapi dia (Genades Panjaitan) kan belum diketahui apa peranannya. Sampai pada penuntutan, kita harus memiliki alat bukti yang cukup. Jangan sampai nanti sia-sia ketika ditetapkan tersangka ternyata alat bukti tidak memenuhi syarat dilimpahkan ke Pengadilan," tuturnya, Senin (17/6).
Mukri menilai bahwa posisi Genades Panjaitan di PT Pertamina hanya sebagai Legal Drafter atau pembuat produk hukum di PT Pertamina, bukan sebagai penentu kebijakan seperti 3 tersangka lain yang sudah diadili.
"Jadi dia posisinya bukan sebagai penentu dari kebijakan ya. Makanya kami akan melakukan kajian dan pendalaman lagi," katanya.
Baca Juga
Seperti diketahui, Kasus tersebut terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan ada dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir.Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel