Bisnis.com, JAKARTA - Intelijen Amerika Serikat mengungkapkan bahwa Arab Saudi telah secara signifikan meningkatkan program rudal balistiknya dengan bantuan China.
Tiga sumber intelijen AS kepada CNN mengungkapkan hal itu. Informasi intelijen yang sebelumnya tidak dilaporkan menunjukkan Arab Saudi telah memperluas infrastruktur dan teknologi rudal balistik melalui pembelian dari China.
Perkembangan baru di Arab Saudi ini mengancam upaya AS selama beberapa dekade untuk membatasi proliferasi rudal di Timur Tengah.
Meskipun Arab Saudi salah satu negara yang paling banyak membeli senjata dari AS, namun AS dilarang menjual rudal balistik berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Rezim Pengawasan Teknologi Rudal 1987.
Sinyal Arab Saudi membangun senjata nuklir diucapkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman dalam satu program wawancara dengan media AS 60 Minutes tahun 2018:"Tanpa ragu, jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikuti sesegera mungkin."
Indikasi lainnya adalah foto citra satelit yang pertama kali dilaporkan Washington Post pada Januari 2019 yang menunjukkan negara kerajaan itu telah membangun pabrik rudal balistik.
Beberapa analis yang melihat foto satelit itu memperkirakan teknologinya menggunakan produk China.
Foto satelit kedua tentang fasilitas rudal Arab Saudi ditayangkan CNN dan menunjukkan aktivitas serupa yakni memproduksi rudal balistik.
CIA maupun Direktur Intelijen Nasional AS menolak untuk menanggapi aktivitas rudal balistik Arab Saudi. Begitu juga Kedutaan Arab Saudi di AS tidak memberikan tanggapan.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri China mengatakan, China dan Arab Saudi merupakan mitra strategis komprehensif dan kedua negara membangun kerja sama bersahabat di semua area termasuk penjualan senjata.
Kerja sama seperti ini tidak mencederai hukum internasional termasuk peraturan tentang proliferasi senjata pemusnah massal.
Mei lalu, presiden Donald Trump menyatakan situasi darurat untuk melewati persetujuan Kongres guna mempercepat penjualan senjata senilai miliar dollar ke sejumlah negara termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania dengan maksud menghalangi pengaruh jahat Iran di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menjelaskan tentang percepatan penjualan senjata senilai US$ 8,1 miliar atau setara dengan Rp115,1 triliun kepada anggota parlemen hari Jumat ini.
"Penjualan ini akan mendukung sekutu kami, meningkatkan stabilitas Timur Tengah, dan membantu negara-negara ini untuk mencegah dan mempertahankan diri mereka dari Republik Islam Iran, kata Pompeo dalam pernyataannya.
Pernyataan Pompoe bersamaan harinya dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump untuk mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 1.500 personel ke Timur Tengah untuk menghadapi Iran.