Kabar24.com, JAKARTA — Sejak tadi pagi, beredar potongan gambar terkait dengan permohonan pembatalan keputusan Komisi pemilihan Umum tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang diajukan Partai Golkar.
Surat permohonan pembatalan itu ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dengan atas nama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Sekretaris Jenderal Lodewijk F. Paulus.
Di sisi atas, terdapat cap dari MK bahwa laporan diterima pada Jumat (24/5/2019).
Dari kabar yang viral, dinarasikan seolah-olah bahwa Partai Golkar sebagai bagian dari koalisi pengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin, turut menolak hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Apakah potongan gambar yang beredar itu benar?
Faktanya, memang benar surat itu merupakan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan oleh Partai Golkar untuk sejumlah sengketa hasil penghitungan suara DPRD di sejumlah daerah.
Adanya nama Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal merupakan kaidah umum format pengajuan PHPU melalui MK.
Tidak hanya Partai Golkar, format yang diajukan oleh PDI Perjuangan dan Partai Berkarya juga sama yakni menyebutkan nama ketua umum parpol dan sekjen parpol.
Mekanisme serupa juga disusun oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) maupun partai lain yang mengajukan sengketa di MK.
Berkas permohonan yang diterima oleh MK sedikitnya mencakup permohonan, surat persetujuan DPP partai politik, surat kuasa, daftar alat bukti, alat bukti surat atau tulisan, penyimpanan data.
Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan bahwa permohonan perselisihan hasil pemilu memang memerlukan persetujuan ketua umum dan sekretaris jenderal parpol.
"Karena diajukan oleh parpol," katanya saat dikonfirmasi, Senin (27/5/2019)
Dari sebagian besar gugatan yang sudah diterima MK, surat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) parpol belum disertakan.
Jika merujuk Pasal 474 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dalam hal pengajuan permohonan kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
Hingga ditutupnya permohonan, MK telah menerima 323 permohonan PHPU.