Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diungkapkan berencana memanfaatkan celah dan meningkatnya ketegangan dengan Iran untuk menjual bom kepada Arab Saudi.
“Saya mendengar Trump dapat menggunakan celah yang tidak jelas dalam Undang-Undang Pengendalian Senjata dan melihat [kesempatan] penjualan baru bom kepada Arab Saudi dengan cara yang dapat mencegah Kongres keberatan. [Langkah itu] bisa terjadi pekan ini,” ungkap Senator Partai Demokrat Chris Murphy di Twitter.
Sebagai informasi, Kongres AS telah memblokir penjualan semacam ini selama berbulan-bulan karena keprihatinan soal kematian warga sipil dalam perang di Yaman.
Pihak Kongres menuturkan adanya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pengendalian Senjata yang dapat memungkinkan seorang presiden AS untuk menyetujui penjualan tanpa tinjauan kongres jika terjadi keadaan darurat nasional.
Dalam kasus ini, Trump dapat mengacu pada meningkatnya ketegangan dengan Iran sebagai alasan untuk menyediakan lebih banyak peralatan militer kepada Arab Saudi, mitra penting AS di kawasan Timur Tengah.
Seperti diketahui, gesekan antara Iran dan AS terus meningkat bulan ini, setahun setelah Trump menarik AS dari perjanjian nuklir 2015 yang melibatkan Iran dan sejumlah negara maju. Sejak itu, pemerintahan Trump telah meningkatkan tekanan terhadap Teheran.
Trump sendiri telah menggembar-gemborkan penjualan senjata ke Saudi sebagai cara untuk menambah lapangan pekerjaan di AS.
Sebelumnya Trump telah menyatakan keadaan darurat nasional dari gelombang masuknya imigran untuk melewati Kongres serta mendapatkan US$6 miliar guna dana membangun temboknya di sepanjang perbatasan Meksiko.
Baik kubu Demokrat maupun sesama rekannya dari Partai Republik memilih untuk menghalangi langkah itu, sehingga memaksa Trump untuk mengeluarkan hak veto pertama pada masa kepresidenannya.
Meski tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai kapan penjualan itu akan dilanjutkan, rencana tersebut bakal menarik pertentangan di Kongres AS, baik dari kubu Republik maupun Demokrat seperti Murphy. Kondisi serupa juga bakal terlihat di Senat, yang didominasi oleh Republik.
Bersama Demokrat, sejumlah anggota Republik baru-baru ini memberikan suaranya dalam upaya untuk mengesampingkan veto Trump atas resolusi yang akan mengakhiri dukungan AS untuk koalisi militer yang dipimpin Saudi dalam perang saudara di Yaman.
Banyak anggota parlemen dari kedua belah kubu juga menyatakan kemarahan mereka atas kasus pembunuhan jurnalis asal Arab Saudi Jamal Khashoggi di Turki yang terjadi pada awal Oktober 2018.
Kepada CNN, Senator Lindsey Graham mengatakan akan menentang pemerintah jika memutuskan untuk melewati persetujuan Kongres, mengingat kasus pembunuhan Khashoggi yang hingga kini belum juga tuntas.
“Kami tidak akan bergeming sampai kasus itu diselesaikan,” ujar Graham, seperti dikutip Reuters.