Bisnis.com, JAKARTA -- CEO dan pendiri Huawei Technologies Co. Ren Zhengfei mengatakan dia memperkirakan pembatasan yang dilakukan Amerika Serikat tidak akan banyak merugikan pertumbuhan bisnis perusahaan.
Dikutip dari laporan yang dirilis surat kabat Nikkei, disebutkan bahwa dampak sanksi blacklist AS memang akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan, namun tidak begitu signifikan.
Ini merupakan pernyataan media pertama Zhengfei sejak Presiden AS Donald Trump dan Departemen Perdagangan AS memberlakukan sanksi terhadap Huawei dan 70 perusahaan afiliasi lainnya pada 15 Mei.
"Pertumbuhan pendapatan perusahaan yang selama ini kami pertahankan mungkin akan turun di bawah 20 persen," kata Ren, seperti dikutip melalui Bloomberg, Minggu (19/5/2019).
Trump menandatangani perintah untuk membatasi Huawei dan ZTE Corp menjual produk mereka di AS.
Perintah tersebut ditanggapi Departemen Perdagangan dengan menempatkan Huawei pada daftar hitam (blacklist) yang membatasi raksasa teknologi China tersebut dari kegiatan bisnis dengan perusahaan AS.
Baca Juga
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan Huawei dan afiliasinya menimbulkan risiko keamanan nasional bagi AS.
Ross juga meluruskan bahwa pembatasan tersebut tidak terkait dengan masalah negosiasi perdagangan AS-China yang masih berlangsung namun terancam deadlock.
"Kami tidak pernah melakukan apa pun yang melanggar hukum," kata Ren, mengkritik sanksi yang dikenakan AS.
Kepada Nikkei, Ren menegaskan bahwa dirinya dan perusahaan tidak akan mengubah manajemen korporasi atas permintaan Washington dan menolak permintaan pemantauan bisnis perusahaan, seperti yang disetujui oleh ZTE.
Tahun lalu, Washington mencabut moratorium pembelian teknologi milik AS oleh ZTE setelah perusahaan tesebut menyetujui perubahan manajemen dan anggota dewan direksi, menyetujui pemantauan kegiatan bisnis, dan melakukan pembayaran denda US$1 miliar.
"Huawei akan baik-baik saja, bahkan jika perusahaan tidak dapat membeli chip dari pemasok AS, karena kami telah mempersiapkan hal ini," kata Ren seperti dikutip Nikkei.
Ren juga mengesampingkan kemungkinan memproduksi peralatan 5G di AS.
"Bahkan jika AS meminta kami memproduksi di sana, kami tidak akan melakukannya," kata Ren.