Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantansan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka baru terkait dengan kasus dugaan suap proyek peningkatan Jalan Batu Panjang Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Tersangka baru tersebut menyusul dua nama yang sudah lebih dulu dijerat KPK yaitu mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkalis M. Nasir dan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction Hobby Siregar.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan bahwa setelah mencermati proses penyidikan dan fakta-fakta yang muncul di persidangan dua terdakwa, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini.
"KPK kemudian menetapkan MK [Makmur], Direktur PT Mitra Bungo Abadi sebagai tersangka," kata Syarif dalam konferensi pers, Kamis (16/5/2019).
Dalam kontruksi perkara, Syarif mengatakan pada tahun 2011, Satuan Kerja Dinas PU Kabupaten Bengkalis merencanakan proyek peningkatan beberapa jalan poros dengan anggaran sebesar Rp2,5 triliun sehingga dibutuhkan penganggaran di APBD dalam format tahun jamak.
Dalam proses penganggaran itu, Makmur dan sejumlah pihak lain berupaya mengurus anggaran dan proyek tersebut pada Bupati Bengkalis saat itu.
Sekitar Agustus 2012, untuk kepentingan mendapatkan proyek, Makmur dkk memberikan uang kepada sang Bupati Bengkalis sebesar Rp1,3 miliar dalam dua kali penerimaan.
Selanjutnya, Pemkab Bengkalis dan DPRD menyetujui anggaran multi years yang salah satunya adalah anggaran untuk Peningkatan Jalan Poros Pulau Rupat (Ruas Batu Panjang-Pangkalan Nyirih) dengan jumlah anggaran sebesar Rp528.073.384.162,48.
Makmur diduga meminjam perusahaan Hobby Siregar bernama PT Mawatindo Road Construction dalam proyek ini senilai Rp1,6 miliar. Makmur juga menghadiri pertemuan dengan sejumlah pihak termasuk dengan Bupati Bengkalis Amril Mukminin dan M. Nasir.
Pada pertemuan tersebut, sang Bupati memploting tersangka Makmur untuk memegang proyek Peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih padahal proses lelang belum dilakukan.
Setelah pertemuan itu, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek ini kemudian disusun mendekati alokasi anggaran yaitu sebesar Rp528.063.000.000. Tetapi, kontrak pekerjaan proyek tersebut ditandatangani dengan nilai Rp459,32 miliar.
Pada akhir tahun 2013, lantas dilakukan pencairan cek sebesar Rp60.500.000.000 yang berasal dari pembayaran 15% uang muka proyek.
"Uang tersebut kemudian digunakan MK [Makmur] untuk membeli apartemen di Singapura," kata Syarif.
KPK menduga fee yang dijanjikan untuk mendapatkan proyek ini sebesar 7%-10% dan di mana tersangka Makmur diduga diperkaya Rp60,5 miliar.
Adapun nilai kerugian keuangan negara dalam proyek ini duduga sebesar Rp105,88 miliar.
Atas perbuatannya, Makmur disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.