Kabar24.com, JAKARTA — Wacana penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang secara elektronik, terbentur rendahnya kepercayaan terhadap perangkat teknologi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan Indonesia belum siap jika harus beralih dari manual ke Pemilu elektronik. Bahkan saat ini negara-negara yang melakukan penyelenggara Pemilu dengan sistem elektronik memiliki pekerjaan rumah untuk menegaskan keabsahan hasil pemilu.
"Anda ingat sampai sekarang masalah pemilu Amerika saja [sejumlah pemangku kepentingan di sana] masih mencurigai Rusia turut campur dalam ini [Pemilu di AS]," kata Jusuf Kalla di Kantor Wapres di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Negara demokrasi lainnya yang jadi rujukan Pemilu elektronik yakni India, kata JK, juga kembali ke sistem manual. Kembali ke cara lama ini karena kekhawatiran mudahnya sistem terkena intervensi dari luar.
"Sekali lagi kenapa kembali ke manual karena keraguan juga tentang isinya. Jadi semua ada kelebihannya, kekurangannya. Tapi yang lebih penting sederhanakan dulu sistem pemilunya," kata JK.
Lebih lanjut politisi senior Partai Golkar ini, anggota legislatif dan pemerintah hasil Pemilu 2019 harus melakukan evaluasi menyeluruh akibat disatukannya Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif.
"[Kedepan] jangan disatukan. Kemudian jangan lagi [sistem] terbuka supaya dihitung hanya partainya. Supaya partai juga memilih orangnya yang baik. [Pemilu terbuka juga membuat] banyak isu tentang biaya yang besar [melahirkan politik uang]," katanya.