Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ahli ITB: Realokasi Frekuensi Berpotensi Langgar UU

JAKARTA--Sekretaris Jenderal Pusat Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Mohammad Ridwan Effendi mengimbau agar Menkominfo Rudiantara patuh dan taat terhadap hukum saat melakukan konsolidasi industri telekomunikasi.
Teknisi PT XL Axiata Tbk melakukan perawatan jaringan di menara Base Transceiver Station (BTS) di Yogyakarta, Sabtu (15/12/2018)./JIBI-Rachman
Teknisi PT XL Axiata Tbk melakukan perawatan jaringan di menara Base Transceiver Station (BTS) di Yogyakarta, Sabtu (15/12/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Pusat Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Mohammad Ridwan Effendi mengimbau agar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara patuh dan taat terhadap hukum saat melakukan konsolidasi industri telekomunikasi.

Dia berpandangan bahwa regulasi yang mengatur tentang frekuensi yang akan ditarik sebagian, kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat, dan nantinya akan direalokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi dinilai cacat hukum dan berpotensi melanggar Undang-Undang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 dan 53 Tahun 2000. 

Menurutnya, jika ada pihak yang tidak taat hukum dan membuat regulasi yang berpotensi menabrak perundangan-undangan yang lebih tinggi adalah perbuatan tindak pidana dan bisa diproses hukum.

Prosedur yang ada di dalam perundang-undangan adalah frekuensi yang dikembalikan dahulu kepada negara dalam hal ini Menkominfo. Selanjutnya Menkominfo harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terdapat operator telekomunikasi yang akan melakukan konsolidasi, tuturnya dalam keterangan resminya, Senin (6/5).

Dia menjelaskan evaluasi yang dilakukan meliputi komitmen pembangunan yang selama ini telah dilakukan operator, rencana sekaligus komitmen pembangunan yang akan dibuat oleh perusahaan setelah konsolidasi, jumlah pelanggan sekaligus kebutuhan frekuensi perusahaan yang melakukan konsolidasi. 

Setelah melakukan evaluasi secara menyeluruh, Menkominfo dapat melakukan relokasi frekuensi untuk perusahaan hasil konsolidasi, sesuai dengan kebutuhan mereka dan komitmen mereka selama ini.

Sebagai contoh, merger antara PT XL Axiata Tbk dengan PT AXIS Telekom Indonesia. Setelah XL dan Axis memutuskan untuk melakukan konsolidasi, Menkominfo melakukan evaluasi.

Lalu, setelah evaluasi dilakukan, Menkominfo langsung memerintahkan agar frekuensi 10 Mhz milik Axis, dikembalikan ke negara. Selanjutnya, Menkominfo merealokasikan lagi sisa frekuensi yang tersisa kepada Axis.

Kewenangan yang dimiliki oleh Menkominfo tidak boleh disalahgunakan atau bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. Sehingga menteri tak bisa dengan seenaknya saja dan sewenang-wenang dalam menetapkan atau membuat aturan,katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Ismail mengakui sampai saat ini belum ada regulasi yang spesifik mengatur tentang merger dan akuisisi di industri telekomunikasi. Namun, menurut Ismail, sampai saat ini sudah banyak perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tersebut.

Buktinya sudah beberapa kali terjadi konsolidasi seperti XL dan Axis, Indosat dengan Satelindo. Ini, kan, berarti konsolidasi itu tanpa tambahan aturan, sebenarnya sudah bisa jalan. Tetapi memang belum ada aturan spesifik mengenai hal itu, ujar Ismail.

Menurutnya, Kemkominfo tengah membuat draft aturan mengenai pengaturan frekuensi pascakonsolidasi industri telekomunikasi.

Isi draft itu di antaranya, pertama, frekuensi dikembalikan ke operator, kedua sebagian frekuensi yang dimiliki operator seluler setelah konsolidasi ditarik lalu dilelang. Ketiga, sebagian frekuensi ditarik lalu ditahan dulu untuk beberapa saat dan nantinya akan direalokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi.

Jadi aturan yang baru nanti kita pastikan tidak akan merubah filosofi awal tentang kepemilikan frekuensi.  Kita juga tidak bisa merubah filosofi yang ada di undang-undang bahwa frekuensi bisa langsung ditransfer ke perusahaan hasil merger dan akuisisi, katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper