Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah RI mengusung tema operasi pemeliharaan perdamaian PBB untuk masa keketuaan Indonesia di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) selama bulan Mei 2019.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata (KIPS) Kementerian Luar Negeri RI Grata Endah Werdaningtyas dalam press briefing di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Selama masa presidensi di DK PBB pada Mei 2019 itu, pemerintah Indonesia akan mengusung tema "Berinvestasi dalam Perdamaian: Meningkatkan Keamanan dan Kinerja Pemeliharaan Perdamaian PBB" (Investing in Peace: Improving Safety and Performance of UN Peacekeeping).
Menurut Grata, pemerintah Indonesia memilih tema tersebut karena mengingat pentingnya operasi pemeliharaan perdamaian PBB sebagai salah satu upaya untuk menjaga perdamaian internasional.
"Karena realitanya, suka tidak suka, misi perdamaian PBB masih merupakan alat yang paling kuat dari DK PBB untuk berkontribusi pada perdamaian internasional. Kalau melihat di negara-negara berkonflik, kehadiran PBB yang paling terlihat adalah 'helm biru' (pasukan misi perdamaian PBB)," ujar dia.
Selain itu, pemerintah RI memilih tema yang terkait dengan operasi perdamaian PBB karena sejalan dengan rekam jejak dan kapasitas Indonesia yang baik dalam berkontribusi bagi operasi misi perdamaian PBB.
"Kita memilih tema juga melihat track record (rekam jejak) kita sendiri. Indonesia punya modal untuk bicara isu ini karena kita salah satu negara penyumbang terbesar pasukan perdamaian PBB," kata Grata.
Indonesia menduduki urutan terbesar ke-8 dari 124 negara penyumbang personel pasukan misi perdamaian PBB.
"Ini bagian dari komitmen kita untuk memajukan visi untuk 4.000 personel pasukan perdamaian PBB. Kita telah menyumbangkan 3.028 personel, dan bulan ini untuk pertama kalinya kita mengirimkan lebih dari 100 perempuan personel pasukan perdamaian," ungkap Grata.
Upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan jumlah personel perempuan dalam pasukan perdamaian PBB itu sejalan dengan inisiatif Sekretaris Jenderal PBB untuk meningkatkan kehadiran, keterlibatan, dan partisipasi perempuan dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.