Bisnis.com, JAKARTA - Peru akan menandatangani nota kesepahaman untuk bergabung dengan inisiatif infrastruktur Belt and Road China dalam beberapa hari mendatang.
Hal tersebut diungkapkan oleh besar China untuk Peru pada hari Rabu (24/4/2019), di tengah peringatan baru-baru ini dari Amerika Serikat (AS) tentang meningkatnya posisi China di Amerika Latin.
Duta Besar Jia Guide membuat pengumuman kepada para tamu di sebuah pesta pribadi di kota Lima bersama wakil presiden Peru, di saat China memulai pertemuan tiga hari Belt and Road di Beijing yang dihadiri oleh menteri perdagangan Peru dan para pemimpin dari seluruh dunia.
Kesepakatan tersebut akan menjadikan Peru salah satu dari sedikit negara Amerika Latin untuk secara resmi bergabung dengan kebijakan infrastruktur unggulan China, sekaligus menggarisbawahi bagaimana negara-negara di seluruh dunia ditarik ke dalam masterplan China tersebut dengan janji investasi.
Terlepas adanya keberatan dari AS, Wakil Presiden Peru Mercedes Araoz mengatakan hubungan negaranya dengan AS akan tetap kuat.
"Menandatangani nota kesepahaman ini adalah awal dari model kerja sama yang telah diusulkan China kepada dunia yang akan memungkinkan kami memperluas hubungan," kata Araoz dalam pertemuan tersebut, seperti dikutip Reuters.
"Kami telah membangun hubungan bilateral yang sangat kuat dengan China seperti halnya dengan Amerika Serikat," tambah Araoz.
Presiden Cina Xi Jinping pertama kali meluncurkan kebijakan "One Belt, One Road" pada 2013 sebagai cara untuk memperluas hubungan China dengan negara-negara di Asia, Afrika dan Eropa melalui investasi infrastruktur senilai miliaran dolar.
Awal tahun 2018 lalu, China mengundang negara-negara Amerika Latin dan Karibia untuk turut bergabung karena berupaya memperdalam hubungannya di kawasan yang kaya sumber daya dengan pengaruh AS yang kuat.
Chili, yang juga merupakan sekutu dekat AS, mengumumkan pada November bahwa mereka bergabung dengan inisiatif tersebut.
Keputusan Peru untuk bergabung kurang dari dua pekan setelah kunjungan kenegaraan dari Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang berulang kali memperingatkan tentang risiko pinjaman China.