Kabar24.com, JAKARTA – Perguruan tinggi menghadapi masalah krusial terkait dengan daya tampung. Saat ini, dari 4.200 perguruan swasta yang paling banyak adalah perguruan tinggi kecil. Dan perguruan kecil-kecil ini tidak mungkin mendapat bantuan dari pemerintah.
"Inilah yang menjadi program APPERTI untuk memperjuangkan kepentingan penyelenggara Perguruan Tinggi, terutama sebagian besar yang perlu dukungan PTS-PTS yang sudah mapan," jelas Ketua Umum Apperti Jurnalis Udin.
Demikian salah satu persoalan yang mengemuka dalam Rakernas dan Seminar Nasional Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia atau APPERTI bertemakan Hilangnya Legitimasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Di Era Distruption. Kegiatan tersebut diadakan di aula kampus Yarsi Jakarta, Sabtu (23/3/2019).
Dalam rakernas itu disoroti perkembangan persiapan perguruan tinggi dalam menghadapi era industri 4.0.
Menurut Ketua APPERTI Jurnalis Uddin, saat ini perguruan tinggi menghadapi masalah krusial terkait daya tampung. "Inilah yang menjadi program APPERTI untuk memperjuangkan kepentingan penyelenggara Perguruan Tinggi, terutama sebagian besar yang perlu dukungan PTS-PTS yang sudah mapan," jelasnya.
Dari sinilah, kata Jurnalis, muncul ide untuk mendirikan Bank Pendidikan yang dibangun oleh APPERTI. "Saya kira kalau dikelola dengan baik maka bisa menjadi besar yang nantinya dapat membantu pembiayaan penyelenggaraan pendidikan."
Jurnalis menyebutkan, APPERTI memiliki target bank pendidikan dapat berdiri setahun kemudian. Bank itu nanti beroperasi seperti halnya koperasi simpan pinjam yang mengelola dana anggota. Namun pendirian bank pendidikan tetap mengacu kepada regulasi yang dikeluarkan oleh OJK.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) M. Budi Djatmiko lebih menyoroti perubahan di era digital disruption, yakni era keterkejutan dengan teknologi digital. Hampir semua bidang dapat diakses melalui digital, dunia perbankan, ritel, wisata, penerbangan dan sebagainya.
Akibat mudahnya penggunaan digital dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga tidak diperlukan lagi SDM yang menguasai bidang-bidang itu. Banyak yang memanfaatkan aplikasi dalam genggaman. Dan mereka menciptakan ekonomi baru yang disebut Unicron.
Akibatnya pula banyak program studi yang terpaksa ditutup."Yang terjadi saat ini pendidikan D3 dan S1 yang menyangkut pemenuhan kompetensi di bidang-bidang itu tutup semua nanti dikarenakan dampak-dampak semua itu yang disebut dengan distraction," jelasnya.
Dia menegaskan, sebagai lembaga pendidikan sekaligus pimpinan Yayasan apakah APPERTI membiarkan itu semua. "Kita masih ngajar di cara-cara lama, classroom classical pasti ditinggalkan pasti. Semuanya tinggal hitung-hitung waktu saja," tegasnya.
Terkait dengan pendanaan perguruan tinggi, menurut dia, gagasan mendirikan perbankan pendidikan bertujuan untuk membantu perguruan tinggi yang membutuhkan agar bisa memberikan jalan keluar jika ada perguruan tinggi yang punya masalah keuangan.
"Yayasan itu sulit sekali untuk pinjam di perbankan karena tidak harus menggunakan nama pribadi itu yang jadi masalah. Gagasan ini memberikan dorongan semacam itu untuk saling membantu."