Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

#headscarfforharmony, Aksi Solidaritas untuk Komunitas Muslim di Selandia Baru

Perempuan-perempuan di Selandia Baru ramai-ramai mengenakan jilbab sebagai wujud solidaritas terhadap perempuan Muslim usai aksi teror Christchurch
Warga Selandia baru mengenakan jilbab sebagai wujud dukungan terhadap komunitas Muslim/Reuters-Edgar Su
Warga Selandia baru mengenakan jilbab sebagai wujud dukungan terhadap komunitas Muslim/Reuters-Edgar Su

Bisnis.com, JAKARTA - Para perempuan yang turut hadir dalam peringatan sepekan tragedi Christchurch beramai-ramai mengenakan penutup kepala alias hijab pada Kamis (22/3/2019). Aksi ini merupakan bagian dari gerakan #headscaefforhamony (hijab untuk harmoni).

Kampanye ini diinisiasi oleh seorang dokter asal Auckland, Selandia Baru, Thaya Ashman. Kepada New Zealand Herald, ia mengatakan ide kampanye ini muncul setelah ia mendengar perempuan muslim di berita mengatakan bahwa dirinya takut bepergian dengan mengenakan hijab usai teror 15 Maret lalu.

Dengan kampanye ini, Ashman ingin mengajak orang-orang, terlepas dari keyakinan yang dianut, mengenakan hijab dalam peringatan sepekan tragedi ini untuk menunjukkan dukungan bagi komunitas muslim.

Salah satu perempuan yang berpartisipasi dalam aksi ini adalah Robyn Molony (65). Bersama dengan rekan-rekannya yang juga memakai penutup kepala, ia hadir di Taman Hagley yang berlokasi di depan Masjid Al-Noor, tempat sekitar 40 orang menjadi korban tembakan peluru pelaku teror.

#headscarfforharmony, Aksi Solidaritas untuk Komunitas Muslim di Selandia Baru

"Kami mengenakan penutup kepala untuk memperlihatkan dukungan, cinta dan solidatitas, serta harapan dengan semua orang melakukan hal ini, perempuan Muslim tahu bahwa mereka adalah bagian dari kami semua," katanya sebagaimana dikutip Reuters.

Tak hanya masyarakat awam. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pun tampak mengenakan penutup kepala berwarna hitam. Raut duka tampak menyelimuti wajahnya kala ia mengunjungi keluarga korban sehari usai serangan teror terjadi. Pada acara peringatan di Taman Hagley pun, Ardern mengenakan jilbab sebagai wujud solidaritas.

Umat Muslim hanya mencakup 1% dari total populasi Selandia Baru. Kebanyakan dari mereka adalah pendatang yang lahir di luar negeri.

"Kami belum bisa melanjutkan hidup. Rasa duka ini akan berlanjut dalam waktu yang lama. Pelaku teror mungkin berharap memecah kami dengan aksinya, namun apa yang ia lakukan justru mempersatukan kami," kata Bell Sherby, salah satu warga Christchurch yang turut mengenakan hijab.

Warga kota Christchurch masih dalam pemulihan setelah sebuah gempa bumi mengguncang pada 2011. 185 orang tewas akibat bencana itu, sementara ribuan lainnya terluka.

"Sejak bencana gempa bumi, kota kami melalui banyak hal dan kami menjadi lebih peduli dan menjaga satu sama lain," kata James Sheehan (62).

Aksi teror di dua masjid Christchurch menewaskan 50 orang dan melukai puluhan orang lainnya. Penembakan massal keji yang dilakukan sebelum salat Jumat itu dilakukan oleh seorang warga Australia bernama Brenton Tarrant.

Tak hanya melakukan penembakan membabi-buta, Tarrant pun menyiarkannya secara langsung di media sosial. Siaran langsung itu ditonton 200 kali sebelum disebarluaskan di berbagai platform dunia maya oleh banyak oknum.

Facebook selaku media tempat Tarrant menyebar terornya untuk pertama kali mengaku telah memblokir 1,5 juta salinan video penembakan itu. Begitu pula Youtube dan Twitter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Sumber : New Zealand Herald, Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper