Bisnis.com, JAKARTA - Sidang kasus penyebaran hoax atau berita bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet hari ini memasuki agenda pembacaaan tanggapan Jaksa.
Terdakwa Ratna Sarumpaet menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
Ditemani anaknya, Atiqah Hasiholan, Ratna Sarumpaet tiba di ruang persidangan dengan mengenakan kerudung merah tua dan baju hijau.
Sebelum sampai di ruang sidang, Ratna mengatakan bahwa dirinya sehat untuk menjalani sidang lanjutan dan mendengarkan tanggapan JPU terhadap nota keberatan yang diberikan oleh pihaknya.
Sidang lanjutan itu beragendakan tanggapan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi tim kuasa hukum Ratna Sarumpaet.
Pada sidang sebelumnya, Rabu (6/3), tim kuasa hukum Ratna memberikan nota keberatan yang mengatakan bahwa tuduhan yang dijatuhkan oleh JPU tidaklah tepat.
Menurut tim kuasa hukum Ratna, Demishardi, tidak ada keonaran sebagaimana yang dimaksudkan JPU.
Demishardi juga mengatakan bahwa surat dakwaan JPU tidak jelas, juga tidak lengkap dikarenakan jaksa tidak menuliskan waktu dan tempat lokasi terjadinya kejadian.
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan akan memberikan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi yang telah disampaikan terdakwa Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu rencananya digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sekitar pukul 09.00 WIB.
Sebelumnya, pengacara terdakwa perkara tindak pidana penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet telah membacakan nota keberatannya di Persidangan Pekan Lalu Rabu (6/3/2019).
Ada dua hal yang digarisbawahi pada eksepsi yang dibacakan pihak Ratna Sarumpaet atas dakwaan JPU. Pertama yang dipersoalkan yaitu penggunaan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk menjerat Ratna."Kami tim kuasa hukum menganggap penggunaan pasal itu keliru," ujar Desmihardi pada Selasa (5/3/2019).
Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 berbunyi, barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Menurut Desmihardi, tidak ada keonaran yang dimunculkan akibat kebohongan Ratna soal penganiayaan dirinya. Jaksa Penuntut Umum, kata Desmihardi, juga tak menjelaskan keonaran yang dimaksud dalam surat dakwaan setebal 16 halaman.
"Hanya cuitan dari para tokoh, itu saja. Padahal kalau keonaran menurut KBBI kan jelas itu berkaitan dengan kegiatan huru-hara, kerusuhan, pokoknya ada aksi dari masyarakat. dalam kasus Bu Ratna ini tidak ada," ucap dia.
Poin kedua yang dibahas dalam eksepsi adalah penyusunan surat dakwaan Ratna Sarumpaet. Menurut Desmihardi, ia dan timnya menganggap surat dakwaan Ratna yang dibuat oleh JPU tak memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan pasal tersebut, surat dakwaan harus dibuat dengan cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.