Bisnis.com, JAKARTA – Anggapan bahwa dwifungsi akan terjadi lagi jika anggota Tentara Nasional Indonesia menempati jabatan sipil dinilai sebagai pandangan yang salah besar. Indonesia justru tidak akan seperti sekarang jika ada niat demikian TNI untuk mempertahan dwifungsi.
Mantan Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengatakan bahwa demokratisasi di era reformasi tidak akan bisa tercipta jika tentara (TNI) tak memberikan jalan sejak awal.
“Dalam sejarah demokrasi di banyak negara berkembang, demokratisasi mengalami kegagalan karena dihadang, diganjal, dihalangi kekuatan militer. Tapi itu tidak terjadi di Indonesia,” kata Mahfudz di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Mahfuz menjelaskan bahwa TNI memberi ruang proses transisi untuk demokrasi di Indonesia. Ini juga sudah terjadi selama 15 tahun, sejak reformasi TNI melahirkan Undang-Undang (UU) nomor 24 tahun 2004.
TNI dinilai legawa menerima posisi politik berada di bawah satu kementerian yaitu Kementerian Pertahanan. Tentu ini membawa perubahan besar dalam budaya dan perilaku TNI.
Regulasi soal TNI tersebut dinilai sangat timpang jika melihat UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang ditempatkan tidak di bawah kementerian apa pun melainkan langsung di bawah presiden.
Baca Juga
“Dalam konteks reformasi, ini ada ketidakseimbangan. Tapi kita lihat 15 tahun TNI jalani itu dengan penuh kelegawaan. Tidak protes, ribut, apalagi berontak. Jadi sekarang TNI dan Polri secara UU dalam posisi yang tidak imbang,” jelas Mahfudz.
Oleh karena itu, Mahfudz setuju dengan ide Calon Presiden Prabowo Subianto untuk menyeimbangkan dua aktor keamanan ini. Jika TNI di bawah kementerian, Polri juga harus sama.