Bisnis.com, JAKARTA—Kurang dari 46 hari menjelang Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif 2019 digelar, polemik terkait hak pilih masyarakat yang belum memiliki KTP elektronik (KTP-El) terus mencuat.
Padahal, Peraturan Pemilu menyebutkan jika tak punya KTP-El, masyarakat tak bisa memilih. Belum lagi adanya persoalan administrasi pemilu.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menyebutkan bahwa berdasarkan data, terdapat 2,7% warga negara yang tidak memiliki KTP-El atau sekitar lima juta pemilih dan sebagian besarnya terdapat di Papua.
"Di Papua saja lebih tiga juta pemilih, 40% di antaranya tidak punya KTP-El artinya ada dua juta pemilih Papua terancam tidak bisa memilih," kata Sekjen KIPP Kaka Suminta dalam konferensi pers di Bawaslu, Minggu (3/3/2019).
KPU dan Kemendagri seharusnya mengatasi persoalan peraturan KTP-El ini agar hak pemilih dapat terlindungi, ujarnya.
Selain persoalan KTP-El, LSM Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyoroti masalah distribusi surat suara dan daftar pemilih tambahan (DPTb).
Menurut manajer pemantauan JPPR Alwan Riantoby, KPU tidak siap untuk mendistribusikan surat suara bagi pemilih yang pindah lokasi pencoblosan.
“Apa KPU sudah punya tata cara mengatur surat suara? Kami ingin KPU memberi jawaban agar hak konstitusi Pemilu terlindungi," ucap Alwan.
Data KPU sejauh ini terdapat 275 ribu pemilih yang menyatakan pindah. Sementara, data JPPR menemukan di Jakarta Timur terdapat 2.431 pemilih yang masuk ke Jakarta Timur dan 915 pemilih keluar. Sedangkan di Jakarta Pusat tersapat 7.861 pemilih yang masuk dan 2.418 yang pindah.
Gabungan LSM yang terdiri dari KIPP, JPPR, Kode Inisiatif, dan Sindikat Pemilu dan Demokrasi membentuk posko pengaduan terkait hak pilih masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat melaporkan atau mengadukan masalah terkait hak pilih mereka.