Bisnis.com, MATARAM - Langkah kejaksaan mengerem penanganan kasus menjelang Pemilu 2019 mendapat kritikan dari kalangan aktivis.
Aktivis Solidaritas Masyarakat Antikorupsi (Somasi) Wilayah Nusa Tenggara Barat mengkritik sikap kejaksaan yang mengambil langkah "cooling down" dalam penanganan kasus korupsi menjelang tahap pemungutan suara pemilu pada 17 April 2019.
Direktur Somasi NTB Dwi Aries Santo di Mataram, Selasa (26/2/2019), menilai alasan agar tidak mengganggu kelancaran Pemilu 2019 dengan mengatur ritme penanganan kasus korupsi sangat tidak tepat dijalankan.
"Politik dengan hukum jangan dicampuradukkan, menurut saya sikap itu tidak pada tempatnya," kata Aries.
Ia khawatir jika sikap itu tetap dijalankan dapat menimbulkan stigma masyarakat kepada kejaksaan, khususnya dalam menangani kasus korupsi.
Sikap kejaksaan dinilai Aries memberi peluang kepada para pihak yang terlibat dalam kasus korupsi untuk "bermain", salah satunya dalam upaya menghilangkan barang bukti.
Baca Juga
"Jadi dalam ajang ini seharusnya kejaksaan bisa terus menjalankan proses hukum tanpa melihat situasi pemilu. Jika penanganannya ditahan, itu membuka peluang mereka untuk bermain," ujar Aries.
Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Arif sebelumnya mengatakan langkah mengatur ritme penanganan kasus korupsi ini dilakukan dalam rangka mendukung kelancaran pesta demokrasi tersebut.
"Supaya tidak menggangu situasi lapangan, jadi kita atur ritme penanganannya sampai selesai pemilu," kata Arif.
Namun Arif meminta masyarakat tidak menyalahartikan langkah mengatur ritme penanganan kasus korupsi tersebut.
Bukan berarti jaksa berhenti menangani kasus korupsi. Penanganannya tetap berjalan dengan melihat situasi dan kondisi keamanan menjelang pemungutan suara.
"Kita atur ritmenya, jangan sampai kasus yang kita tangani malah menimbulkan gejolak di lapangan," ujar Arif.