Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Materi UU Pemilu : Mahasiswa Universitas Islam As-Syafi'iyah Minta Lembaga Survei Jujur Soal Dana

Lima orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah mengajukan uji materi UU Pemilu khususnya yang mengatur mengenai pendanaan lembaga survei.
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta./Bisnis.com-Samdysara Saragih
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta./Bisnis.com-Samdysara Saragih

Kabar24.com, JAKARTA — Kendati masyarakat mencurigai survei-survei terindikasi pesanan menjelang kontestasi pemilu, tidak ada aturan yang mewajibkan lembaga survei untuk mempublikasikan secara terbuka penyandang dana dalam melakukan jajak pendapat.

Saat musim kampanye Pemilu 2019, lembaga-lembaga survei kerap memaparkan tren elektabilitas calon anggota legislatif atau calon presiden yang bertolak belakang satu sama lain. Namun, mereka mengklaim telah melakukan polling secara independen alias bebas dari pesanan politik.

Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah menilai pangkal soal dari fenomena tersebut adalah ketiadaan norma dalam UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 448 ayat 2 huruf c mengakomodasi kegiatan survei atau jajak pendapat sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pemilu.

Namun, UU Pemilu hanya mewajibkan penyelenggaraan survei tidak berpihak yang dapat menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Adapun, syarat membuka pendanaan untuk survei menjelang pemilu tidak diatur dalam beleid tersebut.

Ammar Saifullah, salah satu Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah, menilai UU Pemilu perlu mengatur syarat publikasi sumber pendanaan lembaga survei.

Karena itu, dia dan lima temannya mengajukan gugatan Pasal 448 ayat 2 huruf c ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dibubuhi kewajiban menyebutkan sumber penyandang dana penyelenggara survei.

“Hak masyarakat untuk tahu adalah bagian dari hak asasi manusia,” katanya dalam sidang perbaikan permohonan uji materi UU Pemilu di Jakarta, Rabu (20/2/2019).

Ammar mengingatkan lembaga survei bahwa mereka terikat dengan prinsip-prinsip akademis. Untuk itu, penyelenggara jajak pendapat harus jujur tidak hanya dalam metolodologi dan pelaksanaan survei, tetapi juga sumber dana.

“Karena hasil ruvei berdampak langsung pada persepsi publik tentang elektabilitas peserta pemilu,” ujarnya.

HANYA HASIL

Berbeda dengan survei elektabilitas menjelang pemilu, UU Pemilu mengatur pelaporan sumber dana penyelenggara survei atau hitung cepat hasil pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun telah membuka pendaftaran lembaga survei dan penghitungan cepat hasil Pemilu 2019.

KPU mewajibkan kepada pendaftar untuk menyerahkan rencana jadwal dan alokasi kegiatannya beserta identitas lengkap lembaga. Ada pula surat keterangan tergabung dalam asosiasi lembaga survei atau jajak pendapat.

Lembaga survei juga diwajibkan untuk melampirkan surat pernyataan kesediaan melaporkan metodologi pencuplikan data, sumber dana, jumlah responden, tanggal dan tempat melakukan kegiatan.

Lima belas hari setelah pengumuman survei dan hitung cepat, mereka wajib menyampaikan laporannya kepada KPU. Salah satu isi laporan adalah sumber dana melakukan jajak pendapat dan jajak pendapat.

“Pendaftaran paling lambat tanggal 17 Maret 2019,” tulis KPU dalam penguman di laman resminya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper