Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan teknologi terbesar China mulai merasakan dampak dari pelemahan ekonomi dalam negeri.
Market Value Alibaba Group Holding Ltd. merosot sekitar US$120 miliar sepanjang pekan lalu sejak kenaikan tertinggi pada Juni 2018. Hal itu terjadi seiring dengan ketidakpastian dari perang dagang yang membuat investor ragu untuk berbisnis di sektor industri garis depan seperti teknologi.
Alibaba berencana untuk mempublikasikan laporan keuangan mereka pada Rabu (30/1), angka pendapatan perusahan dagang-el dominan di negeri panda ini akan memberikan petunjuk mengenai kapabilitas ekonomi kelas menengah dan bagaimana mereka akan menavigasi bisnis di tengah perlambatan.
Laporan pendapatan Alibaba diperkirakan akan menunjukkan peningkatan sebesar 44% selama kuartal akhir 2018, namun ini adalah laju eskpansi yang paling lambat sejak awal 2016 yang kemungkinan disebabkan oleh menurunnya minat belanja konsumen.
Seorang analis di CLSA, Elinor Leung, menyebutkan dalam sebuah laporan bahwa sektor internet China mengalami tahun terburuk serta menunjukkan kinerja buruk di pasar untuk pertama kalinya pada 2018.
"Hasil kinerja dari e-commerce paling mengecewakan dan revisi penurunan pendapatan dari sektor bisnis ini cukup besar," ujarnya seperti dikutip oleh Bloomberg, Selasa (29/1).
Perusahaan yang didirikan oleh miliarder, Jack Ma, tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam membangun budaya belanja online di China yang memiliki nilai sebesar US$1 triliun dan merupakan yang terbesar di dunia.
Tetapi, perlambatan pertumbuhan ekonomi melambat membuat Alibaba, yang sebelumnya merupakan emiten kesayangan investor, mulai merasakan dampak penurunan pada kinerja karena semakin sedikit konsumen yang membeli alat elektronik seperti mesin cuci dan telepon genggam.
Penurunan penjualan Alibaba secara signifikan terlihat pada laporan dari penyelenggaraan pesta belanja Alibaba’s Singles’ Day pada November tahun lalu. Pertumbuhan penjualan turun menjadi 27% dari 39% pada tahun 2017.
Meskipun diperkirakan melemah, sebuah perusahaan konsultan berbasis di Beijing, SuperSymmetry yang mengumpulkan data dari jutaan halaman belanja online, memperkirakan nilai barang yang di jual di platform Alibaba justru tumbuh 25,6% pada kuartal IV/2018 atau naik 20,5% dari kuartal sebelumnya.
Peningkatan ini disebabkan oleh pertumbuhan belanja produk kebutuhan pokok yang memacu bisnis Alibaba.
Alibaba juga berkembang pesat di Asia Tenggara dan mulai bereksperimen melalui media sosial untuk menggali potensi pertumbuhan.
Area bisnis lain yang menjanjikan adalah periklanan berbayar yang dapat muncul pada interface media sosial sebagai rekomendasi kepada pelanggan. Baru-baru ini Alibaba menyelesaikan program tersebut untuk platform ritel, Taobao, guna menciptakan sumber pendapatan baru dari iklan.
Menurut Leung, Alibaba dapat mencapai pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi jika mereka dapat mengoptimalkan uang dari iklan di media sosial tahun ini.
Meskipun pertumbuhan mencapai dua kali lipat dari rata-rata di sektor dagang-el, kegiatan dagang Alibaba lebih rendah 10% jika dibandingkan dengan pesaingnya yang memiliki nilai dagang 25 kali lipat dari total pendapatan selama dua tahun.
"Saham Alibaba mungkin tidak akan bangkit kembali dalam waktu dekat, tetapi kami melihat ada peluang masuk untuk memulihkan momentum pertumbuhan pendapatan pada semester kedua," ujar seorang analis Deutsche Bank Kim Han Joon dalam sebuah laporan.
Alibaba nampaknya belum begitu khawatir dengan penurunan kinerja mereka perusahaan ini masih aktif berinvestasi di bidang lain. Laba perusahaan diperkirakan turun 8% pada kuartal IV/2018 karena harus menopang pengeluaran dari kegiatan ekspansi yang cukup mahal yakni cloud computing dan investasi pada bisnis pengiriman makanan hingga hiburan.
CEO Ele.me Wang Lei, unit bisnis yang mempelopori ekspansi Alibaba pada sektor pengiriman makanan, berencana untuk menguasai lebih dari 50% pangsa pasar dalam waktu dekat.
Sejumlah analis dari Bernstein yang dipimpin oleh David Dai memperkirakan pangsa pasar Ele.me telah mencapai 34% dari seluruh industri pengiriman makanan pada 2018. Di sisi lain, margin operasional perusahaan diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun fiskal yang berakhir Maret mendatang
Alibaba sendiri harus bersiap diri dengan adanya pelemahan minat belanja konsumen tahun ini. Pada November 2018, perusahaan telah memangkas outlook pertumbuhan penjualan tahun 2019 menjadi 6%.
"Kami memperkirakan prospek makro-ekonomi China yang lebih ketat akan membebani pendapatan komisi dan periklanan Alibaba untuk beberapa kuartal ke depan," ujar analis senior eMarketer, Shellen Shum.
"Meskipun pasar periklanan turut mengalami perlambatan, Alibaba tetap akan berada pada posisi teratas untuk pendapatan dari iklan digital di China di atas 30%," katanya.