Bisnis.com, JAKARTA – Hampir 1.500 orang telah menandatangani petisi yang menunjut Presiden Joko Widodo mencabut remisi terhadap otak pembunuhan jurnalis A.A Prabangsa.
Hingga Minggu (27/1/2019) malam, sudah 1.300-an orang yang menandatangani petisi tersebut. Petisi ini diinisiasi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diwakili oleh Abdul Manan selaku ketua.
Dalam petisi yang dipublikasikan lama change.org, Abdul Manan mengatakan bahwa AJI menilai pemberian remisi ini sebagai bentuk sikap tidak peka dan menimbulkan efek berbahaya di masa depan.
Remisi ini akan membuat wartawan lebih takut menulis berita korupsi atau informasi yang wataknya kontrol sosial terhadap perilaku pejabat publik. Hal ini juga akan memperkuat efek impunitas, di mana orang tidak akan takut melakukan kekerasan serupa terhadap jurnalis pada masa mendatang.
Berdasarkan data AJI, setidaknya ada 10 kasus pembunuhan terhadap jurnalis sejak 1996 dan hanya kasus Prabangsa inilah yang otak pelakunya diadili dan divonis cukup adil yaitu seumur hidup.
Oleh karena itu, pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis dalam situasi dan kondisi saat ini merupakan bentuk sikap tidak mendukung kemerdekaan pers dan menjadi preseden berbahaya.
Dampak dari pembunuhan ini dan pemberian keringanan hukuman bagi para pelakunya akan menghalangi, atau menghambat, jurnalis dan pers Indonesia menjalankan fungsinya dengan baik sesuai amanat UU No. 40/1999 tentang Pers yaitu menyediakan informasi yang objektif kepada publik.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres No. 29/2018 yang memberikan remisi kepada Nyoman Susrama, terpidana pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Narendra Prabangsa, pada 7 Desember 2018. Dengan remisi itu, hukuman Susrama akan dikurangi dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun.
Pembunuhan terencana ini terjadi setelah Susrama marah atas berita yang ditulis Prabangsa atas dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya.
Susrama yang merupakan keluarga politisi itu lantas memerintahkan anak buahnya membawa Prabangsa ke rumahnya, menganiayanya, dan mayatnya dibuang ke laut pada 11 Februari 2009. Jenazah Prabangsa ditemukan 5 hari kemudian dalam keadaan mengapung di Teluk Bungsil, Bali.